Perlahan namun pasti, representasi perempuan di dunia teknologi, khususnya cyber security, terus bertambah. Bagaimana agar suara perempuan di dunia yang kerap diasosiasikan dengan pria ini bisa makin “lantang”?
Cybersecurity Ventures mencatat adanya peningkatan keterwakilan kaum perempuan di dunia cyber security. Kalau di tahun 2013, persentasenya baru 10%, maka angka tersebut meningkat menjadi 20% di 2019 dan 25% di tahun 2022.
Tren positif ini bahkan diperkirakan akan terus berlanjut. “Kami memperkirakan wanita akan mewakili 30% tenaga kerja cyber security global pada tahun 2025, dan akan mencapai 35% pada tahun 2031,” ujar Founder Cybersecurity Ventures dan Editor-in-Chief, Cybercrime Magazine, Steve Morgan.
Dan para pakar keamanan siber perempuan tidak hanya akan mengamankan jaringan perusahaan. Mereka juga terjun di bidang keamanan IoT, IIoT, dan ICS, serta mengurusi cyber security di bidang medis, otomotif, penerbangan, militer, dan sebagainya.
Meningkatnya keterwakilan perempuan di bidang ini tentu menggembirakan, terutama di tengah isu kelangkaan tenaga kerja cyber security saat ini. 2022 Cybersecurity Workforce Study menemukan adanya kebutuhan 3,4 juta orang untuk mengisi kesenjangan pekerja cyber security global.
Sementara survei yang dilakukan oleh World Economic Forum memperlihatkan bahwa 59% organisasi bisnis mengalami kesulitan merespons insiden cyber security akibat kelangkaan keahlian. Menurut data tahun 2022, masalah ini semakin pelik karena workforce gap meningkat 26,2% jika dibandingkan tahu 2021.
Inilah kesempatan besar bagi kaum perempuan untuk unjuk gigi di industri cyber security.
Industri Cyber Security Membutuhkan Perempuan
Meningkatnya keterwakilan kaum perempuan di bidang ini tidak hanya soal gender. Cyber security memerlukan kaum wanita. Mengapa? “Wanita memiliki pandangan dan perspektif yang berbeda dari pria sehingga dapat mendorong munculnya terobosan dan ide-ide baru. (Hal) ini akan melengkapi dinamika tim,” ujar Jennifer Soh, Senior Cyber Investigation Specialist, Group-IB Global HQ Singapura dalam kesempatan wawancara tertulis dengan InfoKomputer..
Sharmine Low, Malware Analyst, Group-IB Global HQ Singapura menambahkan, keragaman tidak hanya mendorong keputusan yang lebih baik dan inovasi, tapi juga membuat industri cyber security secara keseluruhan lebih inklusif. “Terbuka untuk orang-orang yang dalam berbagai usia, dari aneka budaya, dan ras, seperti di Grup-IB,” ujarnya.
Dalam keterangannya disebutkan bahwa salah satu prinsip utama di Group-IB adalah talenta tidak memiliki gender. Lebih dari 40% staf di perusahaan ini adalah perempuan, yang berarti jauh di atas rata-rata industri yang ada di angka 25%.
Perkembangan positif dalam hal keterwakilan perempuan di bidang cyber security ini kian terwujud karena beberapa hal. “Ada banyak inisiatif yang mendorong perempuan bergabung dengan industri ini. Para pemimpin wanita di bidang ini berbicara di berbagai forum dan konferensi teknologi menjadi contoh yang baik bahwa wanita dapat unggul dalam bidang teknologi dan berkontribusi untuk membangun dunia maya yang lebih aman,” ujar Jennifer.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR