Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) mengungkapkan biaya pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi di sejumlah daerah di Indonesia sangat mahal.
Hal itu dikarenakan pemerintah daerah memungut tarif untuk para penyelenggara jaringan telekomunikasi yang hendak membangun infrastruktur jaringan dan perizinan yang dinilai cukup rumit.
Ketua Umum APJATEL Jerry Mangasas Swandy mengatakan APJATEL akan berkomunikasi dengan pemerintah baik di tingkat pusat hingga daerah untuk membahas regulasi terkait biaya sewa utilitas.
"Saat ini posisi APJATEL dengan asosiasi yang lain, baru saja mengadakan rapat berbicara cepat ke lintas kementerian untuk hal ini," kata Ketua Umum APJATEL Jerry Mangasas Swandy di Jakarta, Rabu.
Jerry menuturkan sejumlah wilayah masih dibebankan biaya sewa jaringan, yang tentunya akan berdampak pada peningkatan belanja modal dan biaya operasional. "Kami berharap regulasi yang dihadirkan bisa tepat sasaran dalam mendorong percepatan transformasi digital nasional," ujarnya.
Jerry mencontohkan regulasi yang dinilai kurang tepat seperti biaya sewa utilitas yang dikeluarkan oleh Pemda Surabaya dengan biaya sewa yang dirasa cukup tinggi berkisar Rp5.000- Rp15.000 permeter-nya. Padahal untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi membutuhkan banyak kabel hingga berkilo-kilometer sehingga bisa memberikan layanan bagi masyarakat.
"Harusnya kami dari sektor telekomunikasi sudah tidak dibebankan biaya sewa jaringan lagi atau gratis," ujarnya.
APJATEL juga menunjukkan contoh lainnya ketika penyelenggara telekomunikasi menggelar kabel fiber optik untuk layanannya dan melewati jalur rel kereta. Asosiasi APJATEL harus membayar kepada PT. KAI yang bertanggung jawab pada perkeretaapian Indonesia.
"Kondisi ini berpotensi terjadi kenaikan biaya untuk layanan dan dibebankan kepada masyarakat," ujarnya.
Adapun saat ini APJATEL telah membangun konektivitas layanan telekomunikasi di Indonesia sebanyak 30 persen dengan sistem fiber optik dengan jangkauan 514 kabupaten/kota.
APJATEL minta beberapa pihak pemerintah pusat dan daerah agar serius dan tidak berdampak ke masyarakat. Karena jika melihat kendala yang dihadapi, ditegaskan Jerry akan ada potensi kenaikan.
Harapannya dengan regulasi yang tepat konektivitas yang didukung teknologi fiber optik tersebut bisa lebih banyak menjangkau masyarakat Indonesia dan mampu menyukseskan visi transformasi digital nasional.
Tantangan
Ada beberapa tantangan dalam percepatan cakupan fiber optik di Indonesia dan membutuhkan butuh support dari semua pihak baik dari pemerintah pusat, daerah dalam hal connectivity Indonesia.
Sekadar informasi, saat ini tercatat baru 30% wilayah Indonesia yang telah tercakup oleh jaringan fiber optik. Hal ini yang kemudian menjadi motivasi bagi APJATEL untuk terus melakukan langkah percepatan perluasan jaringan di lebih banyak wilayah di Indonesia dan akan pertumbuhan UMKM di berbagai wilayah sehingga seluruh UMKM dapat memiliki peluang dan kesempatan yang merata untuk tumbuh dan berkembang.
“Setidaknya ada dua tantangan saat ini seperti regulasi dan lainnya. Saat ini, kita sudah support 30% connectivity Indonesia,” ujarnya
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah permasalahan regulasi dari pemerintah daerah yang mana sampai dengan saat ini pada sejumlah wilayah masih dibebankan biaya sewa jaringan yang tentunya akan berdampak pada peningkatan belanja modal dan biaya operasional.
“Butuh dukungan dari berbagai pihak; pemerintah, masyarakat dan semua pihak agar pembangunan jaringan bisa terus berlangsung dan bisa mencapai seluruh pelosok negeri,” tukasnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR