APSAT (Asia Pacific Satelite Communication System) menggelar acara konferensi bertajuk 'Towards Sustainable Satellite Ecosystem' yang diselenggarakan di Jakarta pada 30 dan 31 Mei 2023 ini menjadi konferensi ke-19.
Lukman Hakim (CEO Telkomsat) mengatakan persatelitan sedang menghadapi tantangan dan ancaman berupa orbital congestion, serpihan angkasa/ debris, serangan siber, gap regulasi, dan disruptive innovation. Tidak hanya itu, operator satelit global juga dapat mengganggu operator lokal.
"Untuk survive, diperlukan kerjasama strategis, fokus pada niche market and applications, investasi dalam inovasi dan teknologi, serta mendekatkan diri dengan stakeholder dan komunitas," katanya.
Salah satu isu yang sedang mengemuka dalam ekosistem bisnis yaitu mengenai teknologi baru yang saat ini memungkinkan komunikasi dari smartphone langsung ke satelit, dimana menggunakan frekuensi yang sama dengan komunikasi untuk kepentingan yang lain. Kondisi ini akan memunculkan beberapa masalah baru terkait penggunaan frekuensi yang sama secara massal, di kemudian hari.
"Inilah yang menjadi salah satu isu yang menurut kami sangat perlu untuk saling bertukar pandangan, juga mencari solusi bersama di tingkatan Asia Pasific, baik yang terkait teknologi maupun regulasi," ujarnya.
Entitas bisnis manapun tentunya sangat dipengaruhi saling memahami semua pihak yang tergabung di dalamnya, tak terkecuali bisnis satelit. Dari sinilah akan terbangun semangat inovasi bersama untuk memajukan bisnis ini dalam jangka panjang.
Selain mengenai teknologi baru yang bermunculan, isu 5G juga menjadi topik menarik yang kami diskusikan dari berbagai sudut pandang. Tentu saja kehadiran 5G akan berpengaruh positif bagi ekosistem bisnis satelit karena membuat penggunaan bandwith menjadi efisien dan lebih terjangkau.
Tetapi Anda juga memikirkan bersama-sama bagaimana teknologi yang terdahulu bisa menyesuaikan, termasuk peralihannya, sehingga baik bisnis maupun investasinya bisa terus berlanjut. Tentu hal ini membutuhkan diskusi yang luas, termasuk melibatkan regulator.
Pada prinsipnya, nuansa yang dibangun dalam konferensi ini adalah semangat saling membantu mencari solusi, baik terkait penyesuaian teknologi, juga regulasi yang mungkin saja bisa menjadi jalan tengah bagi keberlangsungan ekosistem bisnis satelit secara menyeluruh.
Filing slot yang menjadi masalah bagi Indonesia juga termasuk yang didiskusikan, mengingat ada peran investasi yang tidak kecil disana. Posisi Indonesia sangat diuntungkan karena berada di atas ekuatorial, tetapi pada saat yang sama juga banyak satelit negara lain yang ditempatkan diatas posisi Indonesia, yang diputuskan oleh International Telecommunications Union (ITU). Inilah yang kemudian mempengaruhi jumlah slot satelit bagi Indonesia.
Pada dasarnya, semua diskusi dinamis yang muncul dalam konferensi kali ini maupun yang sebelum - sebelumnya selalu kami jadikan salah satu referensi awal untuk berdialog dengan berbagai pihak, termasuk ketika pemerintah akan membuat regulasi baru yang terkait bisnis satelit.
Tentu saja ini secara bisnis berdampak pada kualitas dan harganya yang belum efisien. Meski demikian, Indonesia boleh berbangga karena banyak pihak di dalam negeri sudah mampu membuat satelit mikro yang bisa menggunakan sensor, misalnya seperti yang dibuat oleh LAPAN dan beberapa pihak swasta.
"Sampai saat ini semua satelit yang kita miliki memang masih merupakan buatan negara lain karena teknologinya kompleks," ucapnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR