Adopsi teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan.
Hal ini merupakan sesuatu yang positif karena menjadi penanda semakin lajunya transformasi digital di tanah air.
Pemerintah Indonesia dan sektor swasta bahkan telah mengambil langkah-langkah untuk mendorong pengembangan dan penerapan teknologo AI di berbagai bidang seperti industri finansial, kesehatan, transportasi dan logistik, pendidikan, pengembangan smart city, dan lain sebagainya.
Namun, bagi sebagian masyarakat, implementasi teknologi AI ternyata membawa kekhawatiran tersendiri.
Pasalnya, teknologi AI digadang-gadang dapat menggantikan banyak peran dan profesi manusia.
Contohnya, beberapa tugas di bidang keuangan, seperti pengelolaan portofolio investasi, analisis data keuangan, dan manajemen risiko, dapat dilakukan oleh AI dengan lebih efisien dan akurat dibandingkan manusia.
Mesin pembelajaran dan algoritme pada teknologi AI dapat menganalisis data secara cepat dan memberikan rekomendasi yang lebih baik.
Contoh lainnya pada profesi asisten pribadi. Kini, dengan adanya asisten virtual seperti Siri, Google Assistant, dan Alexa, beberapa tugas asisten pribadi tradisional, seperti mencatat jadwal, mengingatkan acara, mencari informasi, dan menjawab pertanyaan sederhana, dapat dilakukan oleh teknologi AI.
Ferry Sutanto, CEO G2Academy, sebuah akademi teknologi digital dan penyedia solusi teknologi digital, memaparkan bahwa sebuah penelitian yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute (MGI) pada tahun 2017 berjudul "Jobs Lost, Jobs Gained: What the Future of Work Will Mean for Jobs, Skills, and Wages" menyimpulkan bahwa perubahan teknologi akan mempengaruhi berbagai jenis pekerjaan di masa depan.
Sekitar 50% hingga 375 juta pekerjaan di seluruh dunia diperkirakan akan hilang akibat otomatisasi dan robotika.
Namun, sejumlah besar pekerjaan baru juga akan muncul, sehingga menciptakan kebutuhan untuk adaptasi dan menimbulkan pergeseran keterampilan.
Lebih lanjut Ferry mengatakan, “Alih-alih terlena dengan berbagai kemudahan yang tercipta karena AI, manusia justru harus mempersiapkan langkah yang cerdas dan cerdik, guna menghadapi persaingan yang semakin meningkat dengan kecerdasan buatan. Ada banyak hal atau keterbatasan yang AI belum bisa kerjakan, setidaknya saat ini di Indonesia. Sehingga di situlah kita harus lebih terampil.”
Lebih lanjut, Ferry berbagi sedikit tips agar bisa memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk bekerja berdampingan dengan teknologi AI, sehingga jadi tidak mudah tergantikan oleh teknologi canggih tersebut.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR