2. Membentuk satgas nasional – Seperti Singapura, membentuk satuan tugas atau satgas khusus yang fokus pada cyber security dapat membantu mengkoordinasikan upaya, berbagi praktik terbaik, dan mengembangkan strategi komprehensif untuk memerangi kejahatan dunia maya secara efektif.
3. Kesadaran yang lebih besar dan edukasi yang lebih baik – Pemerintah, bank, dan bisnis harus berinvestasi pada kampanye kesadaran untuk mendidik masyarakat dan karyawan tentang risiko kejahatan dunia maya; misalnya di Singapura, ada kampanye “Better Cyber Safe than Sorry” yang menggandeng para peritel e-commerce swasta, seperti Shopee, dan jaringan supermarket, NTUC Fairprice, dilanjutkan dengan video instruksional, iklan televisi nasional, dan poster di sebagian besar halte bus. Dengan mempromosikan kesadarancyber security dan memberikan panduan untuk mengenali dan merespons potensi ancaman, individu dapat menjadi lebih waspada dan lebih siap untuk melindungi diri mereka sendiri dan organisasi mereka.
4. Regulasi nasional yang lebih baik – Negara-negara APAC harus mempertimbangkan penerapan regulasi cyber security yang kuat dan terstandardisasi untuk memastikan perlindungan yang konsisten. Belajar dari contoh sukses, seperti Australia dan Singapura, peraturan ini dapat menetapkan standar keamanan minimum, mendorong diadakannya penilaian rutin, dan menetapkan hukuman bagi yang tidak patuh. Dengan membuat kerangka peraturan yang menekankan pada cyber security, negara-negara di APAC dapat mendorong organisasi untuk memprioritaskan langkah-langkah keamanan dan menerapkan praktik terbaik.
5. Memperkuat kepemimpinan cyber security – Organisasi di APAC harus berfokus pada peningkatan kepemimpinan cyber security dan struktur tata kelola dengan menunjuk profesional berkualifikasi dengan keahlian di bidang cyber security untuk menempati posisi eksekutif dan dewan direksi.
Dengan memprioritaskan cyber security pada tingkat pengambilan keputusan tertinggi, organisasi dapat menumbuhkan budaya akuntabilitas dan memastikan bahwa langkah-langkah keamanan dianggap penting. Organisasi membutuhkan tingkat kepemimpinan CISO yang tepat seperti ini dengan pemberdayaan dan mandat yang kuat untuk mendorong "pendekatan intelligence led prevention first cybersecurity" untuk memerangi babak baru medan perang dunia maya.
6. Kolaborasi dengan mitra internasional – Kejahatan dunia maya tidak mengenal batas, dan sangat penting bagi negara-negara APAC untuk berkolaborasi dengan mitra internasional dalam memerangi ancaman dunia maya. Dengan berbagi informasi, sumber daya, dan keahlian, negara-negara dapat secara kolektif memperkuat pertahanannya dan melakukan mitigasi risiko yang ditimbulkan oleh penjahat maya yang mungkin beroperasi dari wilayah yurisdiksi yang berbeda.
7. Investasi berkelanjutan dalam cyber security - Organisasi di APAC harus mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk inisiatif cyber security. Hal ini termasuk berinvestasi pada solusi keamanan yang kuat, memperbarui dan menambal sistem secara teratur, dan melakukan audit keamanan komprehensif untuk tetap berada di depan ancaman yang berkembang dan mengurangi kerentanan terhadap serangan.
Adalah penting untuk diketahui bahwa mengubah Asia Pasifik atau APAC sebagai wilayah yang paling banyak diserang memerlukan pendekatan beragam yang melibatkan kolaborasi, kesadaran, regulasi, dan perbaikan berkelanjutan dari berbagai pihak.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini dan mengembangkan budaya sadar cyber security, APAC dapat meningkatkan ketahanannya terhadap penjahat siber dan melindungi infrastruktur digital, bisnis, dan masyarakatnya dari lanskap ancaman yang terus berkembang dan melakukan mitigasi risiko untuk mengamankan posisinya sebagai pemimpin masa depan di era digital.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR