Kaspersky, hari ini (24/8) menyelenggarakan Kaspersky Cyber Security Weekend (CSW) di Bali, yang mengupas tuntas potensi dan tantangan pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) khususnya di bidang cyber security.
Teknologi AI menjadi hype bukan hanya karena kemampuannya, seperti diperlihatkan oleh ChatGPT. Namun AI juga telah diprediksi memiliki dampak besar bagi bisnis.
Kawasan Asia Pasifik atau APAC berada di garis depan revolusi AI. Sebuah studi baru yang dilakukan IDC mengungkapkan bahwa belanja AI di kawasan ini akan meningkat dua kali lipat dalam tiga tahun, dari US$9,8 miliar pada tahun 2023 menjadi US$18,6 miliar pada tahun 2026.
Saat ini, ukuran pasar AI di APAC mencapai US$22,1 miliar dan diperkirakan akan tumbuh hampir empat kali lipat pada tahun 2028, yaitu sebesar US$87,6 miliar.
IDC juga memprediksi, sebanyak 65% organisasi di APAC akan menyematkan (embed) AI pada teknologi bisnis pada 2026.
Adrian Hia, Managing Director, APAC, Kaspersky, organisasi memanfaatkan AI untuk meningkatkan hasil tanpa ketergantungan pada keterampilan teknis.
Sementara 75% organisasi di kawasan ini akan menggunakan proses-proses yang sudah memasukkan (infuse) AI ke dalamnya, terutama untuk meningkatkan efisiensi, menyederhanakan supply chain, dan meningkatkan kualitas produk.
“Laporan IDC menyoroti bahwa Tiongkok, Australia, dan India adalah tiga pemimpin terbesar dalam belanja AI di kawasan ini dan saya yakin akan ada lebih banyak negara yang mengikuti langkah serupa. Hal ini membuat kami siap untuk memetakan roadmap yang aman saat ini terkait penerapan dan adopsi AI di APAC untuk memastikan bahwa kami memanfaatkan keunggulannya tanpa mengorbankan keamanan siber,” tegas Adrian Hia.
AI, Kawan atau Lawan
Namun persoalannya adalah teknologi AI bisa menjadi teman atau lawan. AI dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, termasuk melancarkan atau menangkal serangan siber.
Noushin Shabab, Senior Security Researcher, APAC, GReAT (Global Research and Analysis Team), menyampaikan bahwa AI tidak hanya dimanfaatkan untuk membuat malware.
"AI dapat digunakan dalam berbagai tahap serangan siber yang canggih. Saat ini, aktor APT menggabungkan teknik canggih untuk menghindari deteksi dan metode diam-diam untuk mengukuhkan pertahanan mereka. Perkembangan AI baru dapat membantu penjahat siber (mulai dari) tahap pengintaian hingga eksfiltrasi data,” papar Noushin.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR