Para profesional keamanan siber dan pengembang aplikasi mobile memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk meningkatkan perlindungan terhadap aplikasi dari ancaman keamanan siber yang semakin meningkat.
Jake Moore (Penasihat Keamanan Siber Global ESET) mengatakan ancaman siber terbesar meliputi kebocoran data, perangkat lunak berbahaya (spyware), dan serangan phishing yang sering kali terjadi karena ketidakamanan privasi data.
"Dengan kemajuan AI, para profesional dapat mengidentifikasi dan mengurangi malware, serangan phishing, dan ancaman lainnya sebelum merugikan pengguna," katanya seperti dikutip Business Insider.
Candid Wüest (Wakil Presiden Manajemen Produk di Acronis) mengakan AI dapat membantu para profesional keamanan siber memahami seberapa aman siklus hidup aplikasi tersebut. "Teknologi AI ini juga bisa membantu memahami keamanan siklus hidup aplikasi, dengan alat seperti Copilot dari GitHub yang menggunakan AI untuk membantu pengembang merancang kode yang aman," ujarnya.
Meskipun AI dapat meningkatkan keamanan, AI bisa saja melakukan kesalahan jika dilatih dengan dataset yang tidak lengkap atau tidak mutakhir. Karena itu, penting bagi para profesional untuk memastikan dataset yang digunakan untuk melatih AI komprehensif, beragam, tidak bias, dan selalu diperbarui.
Pengguna juga dapat meningkatkan keamanan ponsel mereka dengan menggunakan kata sandi unik, mengaktifkan otentikasi multi-faktor, melakukan backup data secara teratur, dan memperbarui perangkat lunak secara berkala. Kesadaran dan kewaspadaan juga penting dalam melindungi informasi pribadi dari ancaman keamanan siber.
Dengan menggabungkan AI dengan praktik keamanan siber yang baik, diharapkan pengguna dapat menjaga keamanan aplikasi mobile mereka dengan lebih efektif.
Bantu Bikin Malware
Fakta membuktikan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sangat memudahkan berbagai aspek kehidupan manusia.
Namun, teknologi AI juga bisa dimanfaatkan para penjahat siber atau hacker untuk melancarkan aksi kejahatannya. Pejabat Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat mengatakan saat ini hacker memanfaatkan model AI open source untuk mengembangkan dan menyebarkan jenis malware baru.
"Dengan AI, mereka dapat melakukan serangan phishing atau upaya untuk mencuri data pribadi melalui berbagai bentuk penipuan. Tren serangan ini akan semakin meningkat," kata pejabat FBI seperti dikutip Toms Guide.
FBI juga melihat adanya peningkatan jumlah konten palsu yang dibuat AI untuk menyerang pengguna awam. Misalnya, teknologi AI mampu membuat email palsu dan situs web palsu untuk melancarkan serangan phishing.
Meskipun FBI tidak menyebutkan model AI yang digunakan hacker untuk serangan siber itu tetapi FBI menyiratkan para hacker seringkali menggunakan alat atau program open source yang tersedia secara gratis. FBI juga menyoroti isu keamanan deepfake. Deepfake adalah konten palsu yang dibuat menggunakan rekayasa gambar dan video dengan bantuan AI, yang kemudian diakui sebagai sesuatu yang nyata.
Hal ini membuatnya sulit untuk membedakan antara konten deepfake dan konten asli. Mengingat risiko dari penggunaan AI dalam hal ini, beberapa perusahaan teknologi terkemuka, termasuk OpenAI, induk Google, Alphabet, dan Meta, telah berkomitmen untuk menggunakan "penanda" pada konten yang dihasilkan oleh AI.
Komitmen ini diumumkan di Gedung Putih dan dipimpin oleh Presiden Joe Biden pada akhir Juli lalu. Tujuh perusahaan tersebut berjanji untuk menguji sistem dengan cermat sebelum merilisnya dan berbagi informasi tentang cara mengurangi risiko serta investasi dalam keamanan siber.
Mereka akan mengembangkan sistem penanda untuk semua konten yang dihasilkan oleh AI, termasuk teks, gambar, audio, dan video, sehingga pengguna dapat mengenali konten yang dibuat dengan bantuan AI.
Perusahaan-perusahaan tersebut juga berkomitmen untuk melindungi privasi pengguna saat teknologi AI semakin berkembang. Mereka akan memastikan teknologi AI mereka bebas dari bias dan tidak digunakan untuk mendiskriminasi kelompok tertentu. Selain itu, ada komitmen lain untuk mengembangkan solusi AI guna mengatasi masalah ilmiah, termasuk penelitian medis dan mitigasi perubahan iklim.
Baca Juga: Cegah Deepfake, YouTube Bakal Tandai Konten-konten Buatan AI
Baca Juga: Canggih! Apple Bakal Tingkatkan Kemampuan Asisten Siri Mirip ChatGPT
Source | : | Business Insider |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR