Perkembangan teknologi artificiaI intelligence (AI) atau kecerdasan buatan ikut merambah dan mengubah dunia medis. Kali ini alat bantu stetoskop akan dibekali dengan teknologi AI dan akan membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit. Saat ini dokter di Indonesia masih menggunakan alat stetoskop konvensional untuk mendiagnosis penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti penyakit katup jantung, penyakit jantung kongenital, dan penyakit jantung paru.
Dr. Anwar Santoso mengungkapkan stetoskop konvensional kurang efektif untuk mendiagnosis penyakit jantung koroner, gagal jantung dan katup jantung seperti (katup mitral, katup aorta, katup trikuspid dan katup pulmonal), penyakit jantung kongenital, misalnya ASD (Atrial Septal Defect), VSD (Ventricular Septal Defect), TF (Tetralogy Fallot), pulmonal stenosis, tricuspid atresia, dan penyakit jantung paru (Cor Pulmonale). Sebaliknya, stetoskop dengan teknologi AI bisa mengubah suara jantung dan paru menjadi data digital, sehingga lebih akurat dalam diagnosis.
"Untuk penyakit jantung koroner dan gagal jantung, peran stetoskop tak begitu besar. Kecuali stetoskop yang dilengkapi dengan teknologi AI (Artificial Intelligence)," katanya seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan.
Teknologi itu disebut phonocardiography, yang memungkinkan visualisasi suara jantung dalam bentuk grafik yang dapat dilihat di laptop atau HP. Penggunaan AI dalam stetoskop dapat meningkatkan keandalan dan akurasi diagnosis. Prinsip dari AI adalah mengumpulkan banyak data (big data) dari suara jantung dan bunyi murmur suara jantung dan akan ditangkap serta dianalisis dalam berbagai algoritma dan juga dilakukan analisis bootstrapping.
"AI-smart stethoscope akan menjadi keniscayaan dalam praktik kedokteran di masa depan. Karena akan meningkatkan keandalan (reliability) dan akurasi (accuracy) diagnosis dengan stetoskop konvensional yang auskultasi, mendengarkan suara jantung," katanya.
Teknologi AI yang tersimpan di dalam stetoskop mampu mengumpulkan data suara jantung dalam jumlah besar dan menganalisisnya menggunakan berbagai algoritma, yang meningkatkan akurasi diagnosis melalui auskultasi. "Teknologi ini sangat bermanfaat untuk skrining awal di Puskesmas dan klinik sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit," ujarnya.
Saat ini stetoskop AI belum diterapkan di Indonesia sehingga stetoskop konvensional masih digunakan sebagai langkah diagnostik awal sebelum pemeriksaan lanjutan. "Jadi, stetoskop konvensional masih dipakai karena teknologi ini (stetoskop AI) belum masuk dan diterapkan di Indonesia. Tentunya, stetoskop konvensional dipakai sebagai langkah diagnostik awal, sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut," pungkasnya.
Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan deteksi dini penyakit jantung, terutama bagi orang berusia di atas 40 tahun dan mereka yang berisiko tinggi, seperti penderita hipertensi atau diabetes. Pemeriksaan tambahan seperti elektrokardiografi, treadmill test, dan ekokardiografi diperlukan untuk diagnosis yang akurat.
Baca Juga: Regulasi Super Ketat, Meta Tunda Pengembangan Teknologi AI di Eropa
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR