Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa bulan terakhir yang mencapai titik terendah dalam 20 tahun, menimbulkan kekhawatiran di berbagai sektor, termasuk industri smartphone. Di satu sisi, pelemahan ini dapat menekan daya beli konsumen dan mendorong kenaikan harga perangkat smartphone.
Di sisi lain, hal juga ini turut membuka peta persaingan antar vendor smartphone untuk kembali menawarkan berbagai produk yang sesuai selera konsumen dan kondisi saat ini. Menurut data https://www.bi.go.id, hingga 21 Juni 2024, persentase pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dibandingkan dengan awal tahun 2024 cukup tinggi, sekitar 5,67%.
Aryo Meidianto (Analis Pasar Smartphone & Senior Consultant di SEQARA Communications) mengatakan pelemahan rupiah dapat berdampak pada kenaikan harga smartphone, terutama pada beberapa komponen yang masih menggunakan skema impor.
"Harga smartphone kemungkinan akan naik dalam beberapa bulan ke depan, seiring dengan kenaikan biaya komponen impor dan logistik. Menghadapi hal ini, strategi produsen diperkirakan tidak akan serta-merta menaikkan harga smartphone yang beredar, namun dapat dilihat melalui beberapa perangkat yang akan meluncur mendatang, kemungkinan beberapa perangkat baru terlihat sedikit tinggi harganya berbanding dengan spesifikasi yang ditawarkan," katanya.
Namun, Aryo juga melihat peluang bagi beberapa vendor smartphone untuk memanfaatkan situasi ini. "Para vendor smartphone tetap memiliki kesempatan untuk meningkatkan pangsa pasar mereka dengan menawarkan produk yang lebih kompetitif dalam segi harga dan fitur. Konsumen saat ini akan lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang mereka untuk membeli sebuah perangkat smartphone," tambahnya.
Survei yang dilakukan oleh Reasense, divisi riset dari SEQARA Communications, terhadap perilaku konsumen di Indonesia menunjukkan bahwa 78,6% responden mengaku khawatir dengan kenaikan harga smartphone saat ini.
Sementara itu, ketika ditanyakan mengenai kemungkinan responden untuk mengganti perangkat smartphone maka sebanyak 44% responden menyatakan berencana untuk membeli perangkat baru, 30% akan tetap menggunakan perangkat smartphone yang dimiliki sekarang, dan sisanya 26% tidak sama sekali memiliki rencana untuk membeli perangkat baru.
Hasil survei Reasense ini bisa menjadi pertimbangan bagi para vendor smartphone untuk lebih memperkuat brand image melalui divisi atau agensi kehumasan mereka. Dari hasil 44% responden yang berniat membeli ponsel cerdas baru, bisa menjadi pijakan bagi sebuah vendor smartphone untuk terus melakukan engagement dengan konsumen loyal, sekaligus menggaet calon konsumen baru.
Penguatan brand image perlu dilakukan melalui media sebagai sumber informasi yang meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan masyarakat, bukan terbatas melalui Key Opinion Leader (KOL) semata–yang belakangan justru gencar dilakukan oleh sebagian besar brand smartphone.
"Kesimpulannya, dalam menyikapi keadaan ini vendor smartphone perlu lebih kreatif dalam memasarkan produknya. Tidak hanya berhenti pada peluncuran produk yang terkesan jor-joran namun harus tetap menawarkan promosi dan diskon yang menarik minat konsumen. Selain itu, vendor smartphone harus menyasar segmen pasar yang lebih luas dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi, termasuk media," tutup Aryo.
Baca Juga: Flagship Vivo X200 Pro Bakal Tawarkan Dimensity 9400 dan Baterai Jumbo
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR