Penulis: Robin Syihab (Anggota Badan Inovasi Strategis PBNU)
Kebocoran data di Indonesia seperti tidak ada tanggal liburnya. kebocoran data tidak hanya terjadi pada perusahaan swasta, namun juga perusahaan BUMN seperti Pertamina, KAI, bahkan Bank BSI. Lebih parah lagi, kebocoran juga terjadi di instansi pemerintah setingkat kementerian, dari mulai Kemensos, Kemenkumham, Kemendagri, bahkan Kemenhan.
Belum lama ini kami menemukan kasus baru, yaitu kebocoran data yang terjadi di Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian. Total besaran data yang dibocorkan adalah 136GB (terkompresi) dan berisi informasi data kepegawaian (seperti nama, jabatan, gaji, tukin, LPJ), sampai data pribadi seperti NIK, email, nomor telepon, honor pembicara, bahkan rekaman rapat kepegawaian.
Data-data ini bisa ditemukan secara publik di internet, dan siapapun bisa mengunduhnya, dengan beberapa juga diperjualbelikan di pasar gelap.
Kami mencatat, kebocoran data di Indonesia mengalami peningkatan yang tajam sejak tahun 2020. Bahkan pada bulan Mei 2020, terjadi tiga kebocoran besar pada tiga e-commerce ternama secara beruntun. Kebocoran data diawali dari Tokopedia yang mengalami kebocoran 91 juta data penggunanya, disusul Bukalapak dan Bhinneka.
Setelah tahun 2020, kebocoran mulai didominasi oleh instansi pemerintahan, seperti BPJS Kesehatan (Mei 2021), KPAI (Oktober 2021), Bank Jatim, dan Database Polri (November 2021).
Kemudian pada tahun 2022 ke atas kebocoran mulai didominasi oleh BUMN, kementerian dan lembaga tinggi negara. Kebocoran data di BUMN terjadi di Jasa Marga, BSI (Bank Syariah Indonesia), MyPertamina (Pertamina), dan IndiHome (Telkom). Kemudian dari kementerian ada Kemensos, Ditjen Imigrasi (Kemenkumham), Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Kemendagri), data vaksin Peduli Lindungi (Kemenkes).
Pertanyaannya, mengapa hal ini terus terjadi? Apakah karena kurangnya SDM kita dalam pengamanan data, atau karena kita abai dan menganggap data sebagai hal yg tidak penting?
Lemahnya Kesadaran akan Data Pribadi
Kami melakukan beberapa survei di media sosial, dan menemukan mayoritas gen-z tidak terlalu menganggap serius kebocoran data. Beberapa bahkan berpikir data itu tidak berguna dan tidak berbahaya. Apakah benar klaim tersebut?
Anggapan kebocoran data tidak berbahaya adalah sangat keliru. Memang apabila kita melihat kasus kebocoran data secara satu per satu, sekilas tidak berbahaya. Hal ini karena informasi yang terkandung biasanya tidak lengkap alias hanya sebagian.
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR