Twilio, platform interaksi dengan pelanggan yang menghasilkan pengalaman real-time dan terpersonalisasi untuk brand-brand terkemuka, merilis edisi kelima laporan tahunan State of Personalization Report, yang menyoroti perspektif dan prediksi dari para pemimpin bisnis di 12 negara dan dari berbagai sektor industri. Secara khusus, laporan ini menekankan bagaimana tuntutan konsumen yang terus berkembang mendorong para pemimpin bisnis untuk fokus menciptakan pengalaman pelanggan yang prediktif, cerdas secara emosional, dan sangat personal.
Kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) menjadi titik pusat dari pergeseran ini, seraya bisnis beralih ke model dan metrik pembelajaran mesin yang lebih dinamis, berupaya meningkatkan interoperabilitas antar alat seperti Platform Data Pelanggan (Customer Data Platform/CDP) dan data warehouse, serta memprioritaskan privasi data dan pemanfaatan AI sesuai etika.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Twilio Segment pada periode 8 April hingga 5 Mei 2024 dengan menggunakan survei online yang disiapkan oleh Method Research dan didistribusikan oleh RepData, melibatkan 521 responden dengan jabatan direktur atau lebih tinggi di perusahaan B2B dan B2C di 12 negara di empat kawasan: Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia Pasifik (APAC).
Perusahaan-perusahaan itu memiliki lebih dari 500 karyawan dan memahami serta menerapkan strategi pengalaman pelanggan, teknologi pemasaran, atau strategi data pelanggan perusahaan. Dalam survei tersebut, 71% pemimpin bisnis di kawasan APAC – juga 65% pemimpin bisnis di Amerika Utara, 58% di Amerika Selatan, dan 55% di Eropa – mengatakan bahwa perusahaan mereka akan berinvestasi atau mengadopsi model pembelajaran mesin untuk menganalisis perilaku pelanggan dan membuat prediksi.
Di sektor industri apa pun, AI telah sangat lazim digunakan, dan 89% responden – termasuk 82% responden di Asia Pasifik – percaya bahwa pemanfaatan AI sesuai etika dapat menjadi keunggulan kompetitif mereka. Selaras dengan ini, lebih dari separuh (54%) pemimpin bisnis mengatakan bahwa mereka mengatasi kekhawatiran konsumen seputar privasi data dan pertimbangan etika dalam AI dengan menerapkan kontrol privasi yang kuat.
Laporan State of Customer Engagement dari Twilio baru-baru ini menemukan bahwa hampir setengah (49%) responden mengatakan bahwa mereka akan lebih mempercayai brand yang secara terbuka mengungkapkan penggunaan data pelanggan dan interaksi yang didukung oleh AI.
Dengan keseimbangan yang cermat antara inovasi, transparansi, privasi data, dan praktik terbaik sesuai etika, perusahaan dapat memanfaatkan AI untuk menciptakan pengalaman yang lebih baik bagi pelanggan sekaligus menjaga kepercayaan mereka.
"Dalam dunia pemasaran, personalisasi adalah hal yang sangat penting. Konsumen saat ini tidak hanya mengharapkan brand untuk memahami mereka, tetapi mereka juga ingin brand mengantisipasi kebutuhan mereka. AI membuat hal tersebut menjadi kenyataan," ujar Robin Grochol, VP Product Management Twilio.
"Dalam Laporan State of Personalization terbaru kami, kami menemukan bahwa mayoritas pemimpin bisnis beralih dari personalisasi yang bersifat reaktif (sesuai kebutuhan konsumen) ke personalisasi prediktif (memprediksi kebutuhan konsumen) dalam upaya mereka memenuhi permintaan konsumen yang semakin canggih dan dinamis," ujarnya.
Preferensi Gen Z yang lebih suka interaksi personal telah mengubah fondasi strategi pemasaran brand
Laporan terbaru Twilio ini juga mengungkap bahwa konsumen dari kelompok Gen Z (berusia 18-27 tahun) menjadi penentu tren yang akan membentuk masa depan interaksi dan keterlibatan brand dengan konsumen. Sebagai generasi digital native yang tumbuh besar dengan teknologi, Gen Z dengan daya beli yang besar dan preferensi yang unik – termasuk ekspektasi yang lebih tinggi akan keaslian, transparansi, dan interaksi yang sesuai dengan keinginan mereka – telah menyebabkan perubahan besar pada saluran pemasaran tradisional. Rupanya pesan ini tersampaikan dengan baik, karena 85% perusahaan mengaku berencana menyesuaikan atau mengoptimalkan strategi pemasaran mereka guna mengakomodasi kebutuhan dan preferensi unik dari konsumen Gen Z.
Secara khusus, 45% pemimpin bisnis di Asia Pasifik mengatakan bahwa organisasi mereka berencana untuk melakukan penyesuaian ini dengan menggunakan konten dalam format video pendek seperti Tiktok atau Reels di Instagram. Cara lain yang menjadi pilihan perusahaan untuk menyesuaikan strategi pemasaran mereka adalah dengan menggunakan konten AI generatif untuk menciptakan interaksi yang sangat visual dan personal serta menyesuaikan konten dan interaksi pelanggan berdasarkan analisis data.
Personalisasi prediktif, kecerdasan emosional, dan sejumlah tren utama lainnya yang merevolusi personalisasi
Sejalan dengan tuntutan konsumen Gen Z, 86% pemimpin bisnis bersiap untuk pergeseran yang signifikan dari personalisasi reaktif ke personalisasi prediktif di seluruh industri. Brand-brand mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya dengan menggunakan AI atau pembelajaran mesin (machine learning/ML) untuk menciptakan pengalaman yang disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi individu. Pendekatan proaktif ini memungkinkan brand untuk secara aktif berinteraksi dengan pelanggan menggunakan pesan yang tepat pada waktu yang tepat.
Kecerdasan buatan memberikan kemampuan untuk memproses data dalam jumlah besar secara real-time guna menyajikan insight yang dibutuhkan untuk menciptakan interaksi yang dinamis dengan pelanggan. Hal ini secara fundamental mengubah bagaimana brand dapat dan akan berinteraksi dengan pelanggan. Sebagai bagian dari pergeseran ini, 82% pemimpin bisnis menekankan pentingnya menanamkan kecerdasan emosional, atau kemampuan untuk merespons emosi manusia, ke dalam sistem AI.
Selain itu, 80% pemasar berencana untuk meningkatkan akurasi pengukuran efektivitas personalisasi – yang secara tradisional dilakukan dengan mengukur tingkat interaksi dan konversi – dengan mengadopsi metrik yang lebih canggih, seperti customer lifetime value (jumlah yang akan dibelanjakan konsumen untuk suatu brand dari waktu ke waktu), interaksi emosional, dan brand affinity (tingkat loyalitas konsumen terhadap suatu brand).
Dari pemasaran hingga layanan pelanggan, responden sepakat bahwa AI akan menjadi mitra di balik layar yang membantu perusahaan memenuhi ekspektasi konsumen dan memanfaatkan insight berbasis data untuk menghadirkan personalisasi. Temuan lain dalam survei yang juga menarik untuk diketahui adalah:
Baca Juga: Tak Hanya ChatGPT, Apple Berencana Pakai Teknologi AI Meta untuk Siri
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR