Grup Goto melalui organisasi nonprofit independennya, GoTo Impact Foundation (GIF), kembali menggelar acara tahunan GIF Innovation Day 2024.
Sebagai puncak dari program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE), acara ini mengajak para pemangku kepentingan untuk meninjau ulang inovasi yang benar-benar dibutuhkan di tanah air, yaitu selain inovasi tepat sasaran, tapi juga bisa mendukung pembangunan yang inklusif di Indonesia.
Selama tiga tahun berperan aktif dalam mengatasi ketimpangan di sektor edukasi, kesenjangan digital, ketahanan bencana, serta iklim, dan lingkungan di Indonesia, GIF menyadari bahwa percepatan inovasi lokal menjadi salah satu solusi kunci yang dapat menjawab tantangan ini.
Monica Oudang, Ketua GoTo Impact Foundation menjelaskan, “Berbekal pelajaran tersebut, GIF telah mengeksplorasi berbagai cara untuk mempercepat lahirnya inovasi lokal, salah satunya melalui program unggulan CCE.”
Sejak CCE diluncurkan di 2021 melalui tiga gelombang, GIF telah mendukung 136 changemakers yang terdiri dari startup, organisasi nirlaba, hingga akademisi di 10 wilayah di seluruh Indonesia.
“Ketika kami berkolaborasi dengan para changemakers dan melihat langsung permasalahan di masyarakat, kami melihat kebutuhan mendesak untuk menanamkan budaya inovasi di individu pembawa perubahan, dengan mengintegrasikan teknologi dan kearifan lokal melalui kolaborasi multisektor, memastikan bahwa solusi yang diimplementasikan tepat sasaran dan berkelanjutan,” papar Monica.
Sejalan dengan hasil riset yang menyatakan bahwa inovasi yang diinisiasi oleh masyarakat lokal, atau inovasi akar rumput, melibatkan masyarakat secara kolektif, sehingga lebih tepat sasaran dan mempersingkat waktu dalam menyelesaikan permasalahan.
Hasil riset ini juga mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029 oleh Pemerintah Indonesia, yang menekankan pentingnya pembangunan inklusif dan ramah lingkungan dalam mewujudkan visi Indonesia Emas.
Melihat kebutuhan mendesak tersebut, GIF Innovation Day 2024 hadir dalam tema “Menyalakan Semangat Berinovasi di Penjuru Nusantara”, untuk mempertemukan para pemangku kepentingan dengan profil yang beragam, termasuk pembuat kebijakan dan lembaga pemerintah, startup, organisasi nirlaba, korporasi, lembaga pendanaan, akademisi, komunitas, dan media untuk berdiskusi dan berkolaborasi guna mendorong lahirnya lebih banyak inovasi lokal.
Acara ini berfokus pada pembahasan seputar budaya inovasi, pemanfaatan teknologi, kolaborasi multi-sektor, model ekonomi inisiatif sosial, dan peran kearifan lokal dalam proses berinovasi yang akan dihadirkan melalui diskusi panel, sesi networking, pameran, juga presentasi grand final CCE 3.0 dari delapan konsorsium changemakers yang lolos ke tahap final.
Konsorsium ini telah menyusun ide dan prototype selama dua bulan di Catalyst Changemakers Lab (CCLab).
Hadir sebagai mitra GIF di CCLab dan merupakan juri grand final CCE 3.0, Romy Cahyadi, CEO Instellar dan Ketua Indonesia Impact Alliance, memberikan apresiasi tinggi terhadap inovasi yang dihasilkan oleh para changemakers lokal karena relevansinya dengan permasalahan di lapangan.
“Ketika mendampingi para changemakers, kami menemukan bahwa integrasi antara modernisasi dengan tradisi lokal masih menjadi sebuah tantangan. Oleh karena itu, dukungan dari GIF untuk mengembangkan individu yang memiliki budaya inovasi menjadi penting, sehingga inovasi bisa lahir lebih cepat,” ujar Romy.
Salah satu perwakilan dari konsorsium terpilih pada CCE 2.0, Olivia Padang, yang sedang mengimplementasikan proyek Sukla, yaitu proyek pengelolaan sampah terpadu di Besakih, Bali, turut hadir dan membagikan pengalamannya.
“Saat ini, Sukla sedang berusaha mengatasi masalah sampah di desa dan kawasan Pura Besakih, yang dulunya dibuang ke lahan terbuka. Konsorsium Sukla berusaha memanfaatkan teknologi dan menyelaraskan dengan tradisi lokal, serta menerapkan model ekonomi yang tepat,” ungkap Olivia.
Dalam sembilan bulan implementasi, Sukla telah berhasil mengolah sampah sebesar 14 ton dan akan meningkat setiap bulan seiring berjalannya edukasi door to door, pembentukan bank sampah, penjualan produk hijau dan produk hasil olahan seperti RDF (Refuse-Derived Fuel) dan material daur ulang.
Hal ini memberikan keuntungan ekonomis yang akan digunakan kembali untuk peningkatan kapasitas pengolahan tersebut sehingga menjadi berkelanjutan.
Olivia menuturkan, “Kami menyadari bahwa untuk menyelesaikan masalah bukan hanya sekadar menciptakan inovasi, namun butuh proses pergeseran pola pikir yang panjang dan tidak mudah. Tantangan utama berasal dari bagaimana cara membuat semua lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mau terlibat di dalam proses kreasi dan implementasi solusi di lapangan. Kami berharap inovasi lokal ini bisa terus berkembang bersama pihak-pihak lain yang mau berkolaborasi dengan kami untuk menyelesaikan permasalahan di Besakih.”
Monica menyatakan bahwa Sukla merupakan salah satu contoh inovasi lokal yang dapat berjalan jika didukung.
“Kami berharap melalui GIF Innovation Day, dapat memantik lebih banyak inovasi lokal yang dapat hadir, bertumbuh, dan berkembang di Indonesia, yang kemudian dapat diteruskan ke seluruh penjuru Nusantara,” pungkasnya.
Baca Juga: GoTo Luncurkan Program Associate Product Manager Bootcamp, Apa Itu?
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR