Royal Philips belum lama ini di Jakarta membagikan sejumlah temuan yang termaktub pada laporan “Future Health Index 2024: Perawatan yang Lebih Baik untuk Lebih Banyak Orang”. Terdapat tiga kesenjangan pelayanan kesehatan yang dikemukakan Philips, yakni tenaga (staf) kesehatan, insight, dan keberlanjutan. Philips menyebutkan bahwa AI (artificial intelligence) bisa membantu mengatasi setidaknya sebagian kesenjangan yang dimaksud. Philips menggelar pula dialog dengan sejumlah pemangku kepentingan di tanah air mengenai hal tersebut. Pelayanan kesehatan adalah sistem yang kompleks sehingga butuh kerja sama berbagai pihak.
“Tujuan kami sebenarnya adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai tantangan, apa yang kita hadapi di Indonesia, bagaimana kita dapat bersama-sama mengatasi tantangan ini dan kita dapat menghasilkan solusi yang lebih baik untuk Indonesia. Seperti yang Anda ketahui dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia sendiri, ada banyak perubahan dan juga transformasi terutama untuk pelayanan kesehatan dan kita menuju ke arah yang benar, yakni fokusnya sebenarnya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan [kesehatan] di Indonesia dan memprioritaskan teknologi pelayanan kesehatan yang baru, seperti artificial intelligence,” sebut Astri Ramayanti Dharmawan (Presiden Direktur Philips Indonesia).
“Inovasi dan teknologi telah menjadi kekuatan penting dalam transformasi layanan kesehatan di Indonesia. Dengan strategi transformasi kesehatan digital yang berjalan seiring dengan visi 'Indonesia Sehat 2025', kami bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi seluruh masyarakat Indonesia dan mewujudkan Indonesia Sehat,” ujar Setiaji S.T., M.Si. (Chief Digital Transformation Officer, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia). “Kemitraan di seluruh ekosistem kesehatan sangat penting untuk membuka manfaat dari data dan teknologi dalam meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.”
Philips FHI (Future Health Index) 2024 sendiri disusun berdasarkan survei terhadap hampir 3.000 pemimpin pelayanan kesehatan di 14 negara di dunia, termasuk Indonesia. Philips menyatakan FHI 2024 bertujuan untuk menginvestigasi aneka kesenjangan yang paling mendesak pada pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia, plus sejumlah tindakan yang sudah maupun akan dilakukan untuk mengatasinya. Adapun dialog dilakukan oleh Philips, penyedia pelayanan kesehatan, dan pemerintah.
Philips, diwakili Roy Jakobs (Chief Executive Officer Royal Philips); penyedia pelayanan kesehatan diwakili Caroline Riady (Chief Executive Officer, Siloam Hospitals Group); dan pemerintah, diwakili Setiaji S.T., M.Si. membahas mengenai tantangan-tantangan pelayanan kesehatan di Indonesia dan bagaimana teknologi-teknologi digital bisa membantu mengatasinya. Berbagai tantangan dan teknologi digital yang dibahas sejalan dengan FHI 2024. Selain itu, ditekankan pula pentingnya kerja sama antara aneka pemangku kepentingan pelayanan kesehatan di tanah air.
“Philips, sebagai sebuah perusahaan inovasi, kami ingin membantu mendorong perubahan systemic dalam pelayanan kesehatan. Dan apa yang kami maksud dengan perubahan systemic? Sistem, perubahan systemic adalah perubahan yang terjadi dalam skala besar. Suatu pelayanan kesehatan adalah sebuah sistem yang kompleks. Jadi, jika Anda ingin mengubah pelayanan kesehatan dan penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat, Anda harus dan Anda semua, melakukan transformasi pada empat poros,” jelas Roy Jakobs (CEO Royal Philips). “Dan Anda hanya bisa melakukannya bersama-sama,” tegasnya sembari menyebutkan kempat poros yang dimaksud adalah praktik klinis, teknologi, pembiayaan, dan regulasi.
Kesenjangan Tenaga Kesehatan
Philips menemukan bahwa para tenaga kesehatan profesional di Indonesia memikul beban kerja berlebihan, kelelahan, dan kewalahan akibat kurangnya jumlah yang dipekerjakan. Pasien pun mengalami dampak negatif dari unit medis yang kekurangan staf, seperti panjangnya daftar tunggu janji temu, lamanya waktu tunggu untuk pengobatan dan prosedur, serta terlambatnya atau terbatasnya akses ke layanan skrining, diagnosis, dan perawatan pencegahan. Sebanyak 76% pemimpin pelayanan kesehatan di tanah air menyebut keterlambatan perawatan sebagai masalah.
Penulis | : | Cakrawala Gintings |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR