Jensen Huang (CEO Nvidia) baru-baru ini membagikan visinya tentang bagaimana adopsi teknologi artificiaI intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan meningkatkan produktivitas di perusahaan. Dalam podcast "Bg2" yang dirilis Minggu, Huang menggambarkan masa depan di mana Nvidia harus punya dan memanfaatkan 100 juta asisten AI mendukung berbagai fungsi perusahaan.
"Dengan 50.000 karyawan saat ini, asisten AI atau agen AI akan memecah tugas-tugas besar menjadi langkah-langkah kecil yang lebih mudah dikelola," katanya.
Agen-agen AI itu sudah diterapkan di bidang-bidang seperti keamanan siber, desain chip, dan rekayasa perangkat lunak, serta akan bekerja bersama manusia dan AI lain melalui platform komunikasi seperti Slack.
Huang juga menekankan dampak positif AI terhadap lapangan pekerjaan, dengan AI berpotensi meningkatkan produktivitas dan menciptakan lebih banyak peluang kerja.
"Manusia akan tetap memegang peran penting sebagai pengambil keputusan utama, sementara agen AI mengotomatisasi solusi dari masalah yang dihadapi," katanya.
Nvidia, yang dikenal memproduksi unit pemrosesan grafis (GPU), telah melihat lonjakan permintaan berkat pertumbuhan investasi dalam sektor AI. Perusahaan ini, didirikan pada 1993, sekarang menjadi salah satu pemain utama di era investasi besar-besaran pada AI.
Huang juga mencatat peningkatan kekayaannya berkat kesuksesan Nvidia, menjadikannya salah satu dari 20 orang terkaya di dunia. Selain Nvidia, eksekutif lain seperti CEO Salesforce Marc Benioff dan CEO Google Sundar Pichai juga berfokus pada pengembangan agen AI untuk mempercepat pertumbuhan bisnis mereka.
Kunci Sukses
Saat ini NVIDIA menguasa pasar chip artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan di dunia, menyusul laris manisnya GPU andalannya H100 dan H200. NVIDIA pun harus meningkatkan kapasitas produksi pabriknya untuk memenuhi permintaan chip AI yang sangat tinggi di pasar. Nilai valuasi NVIDIA pun meroket di bursa saham dan membuatnya menjadi perusahaan bernilai di dunia, menyusul NVIDIA sukses memanfaatkan peluang AI di dunia.
Namun, Chey Tae-won, Ketua Kamar Dagang dan Industri Korea (KCCI) serta SK Group, mengatakan dominasi NVIDIA di industri AI mungkin tidak akan bertahan lama. Dia membandingkan tren AI saat ini dengan California Gold Rush pada pertengahan 1800-an, di mana penjual peralatan dan celana jeans mendapatkan keuntungan besar selama "demam emas".
"Ketika emas habis, penjualan mereka akan menurun. Sama halnya AI, di mana jika perusahaan pengembang AI tidak lagi menghasilkan uang dari layanan mereka, penyedia chip AI seperti NVIDIA juga akan kesulitan menjual produk mereka," katanya.
Saat ini, NVIDIA menjadi perusahaan sangat berharga berkat penjualan GPU Data Center mereka sejak 2023. Namun, biaya pelatihan model AI generasi berikutnya diperkirakan akan terus meningkat. CEO Anthropic, Dario Amodei, menyatakan bahwa pelatihan model AI saat ini menghabiskan biaya $1 miliar, dan model $100 miliar diperkirakan akan muncul pada 2025.
Investasi besar-besaran dalam AI dianggap penuh risiko. Jika bisnis tidak menemukan penggunaan yang menguntungkan untuk AI, ada kemungkinan lonjakan AI akan berubah menjadi gelembung yang meledak, merugikan pemain industri AI.
Meskipun dominasi NVIDIA di AI bisa terhenti, perusahaan tersebut tidak akan runtuh sepenuhnya karena masih bisa mengandalkan industri game sebagai basis pelanggan utama. Ancaman nyata bagi NVIDIA adalah pesaing seperti AMD dan Intel yang mulai mengembangkan teknologi mereka.
"Jika pesaing seperti AMD, Arm, dan lainnya menjual chip berkualitas tinggi dengan harga lebih murah, mereka bisa mengalahkan dominasi NVIDIA di industri AI. Selama NVIDIA memiliki produk berkinerja tinggi, mereka akan tetap dibeli, tetapi pesaingnya juga terus berkembang," ujarnya.
Selain itu, perusahaan AI seperti Microsoft, Amazon, Google, dan OpenAI yang berinvestasi dalam penelitian chip AI mereka sendiri dapat menjadi penghalang bagi akselerasi NVIDIA di masa depan.
Baca Juga: Popularitas AI Bikin GPU AI Nvidia Blackwell Ludes hingga Tahun Depan
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR