Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap keamanan siber di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan kesenjangan keterampilan di antara para profesional di bidangnya. Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, menjelaskan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini dan strategi yang dapat digunakan untuk menarik dan mempertahankan talenta di bidang keamanan siber.
Memahami Kesenjangan Keterampilan
Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kesenjangan keterampilan di Indonesia adalah kurangnya minat generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, untuk mengejar karir di bidang keamanan siber. Lim mencatat bahwa meskipun banyak universitas telah mulai menawarkan program khusus di bidang teknologi dan keamanan siber, hasilnya masih belum cukup untuk menghasilkan profesional yang memenuhi syarat dan memasuki dunia kerja.
"Persepsi bahwa keamanan siber bukanlah pilihan karier yang menarik bagi kaum muda merupakan hambatan yang besar. Banyak pelajar yang tidak menyadari pentingnya dan potensi bidang ini," katanya dalam wawancara eksklusif bersama InfoKomputer.
Selain itu, Lim menekankan bahwa sistem pendidikan belum bisa mengimbangi pesatnya kemajuan teknologi. “Meskipun jumlah program akademik meningkat, kami masih melihat kesenjangan antara apa yang diajarkan dan keterampilan yang dibutuhkan di industri,” ucapnya.
Kesenjangan ini semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa banyak siswa yang kurang memiliki pengalaman praktis, yang mana hal ini sangat penting untuk keberhasilan dalam peran keamanan siber.
Tantangan dalam Menarik Bakat
Dalam hal menarik dan mempertahankan profesional keamanan siber, perusahaan menghadapi beberapa tantangan. Lim menyoroti bahwa salah satu permasalahan yang paling mendesak adalah gaji tidak kompetitif yang ditawarkan oleh banyak organisasi.
“Banyak perusahaan kesulitan menawarkan gaji yang mencerminkan nilai pasar sebenarnya dari keterampilan keamanan siber,” katanya.
Situasi ini menyulitkan organisasi untuk menarik talenta terbaik, karena banyak profesional terampil tertarik pada peluang yang menawarkan kompensasi lebih baik. Selain itu, Lim menunjukkan bahwa budaya perusahaan memainkan peran penting dalam retensi karyawan. Tanpa lingkungan yang mendukung, karyawan mungkin merasa diremehkan dan mencari peluang di tempat lain.
“Organisasi perlu menumbuhkan budaya yang menghargai pengembangan profesional dan mengakui kontribusi personel keamanan siber,” sarannya.
Strategi untuk Perbaikan
Untuk mengatasi kesenjangan keterampilan dan meningkatkan daya tarik karir keamanan siber, Lim menyarankan beberapa strategi. Pertama, ia menganjurkan peningkatan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan pelaku industri.
“Kita perlu menciptakan kemitraan yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman praktis melalui magang dan pelatihan langsung,” ujarnya.
Pendekatan ini tidak hanya akan meningkatkan keterampilan siswa tetapi juga menyediakan saluran bagi perusahaan yang memiliki talenta yang siap memasuki dunia kerja. Lebih lanjut, Lim menekankan pentingnya menawarkan program pelatihan dan sertifikasi gratis.
“Dengan memberikan kesempatan pelatihan yang mudah diakses, kami dapat mendorong lebih banyak individu untuk mengejar karir di bidang keamanan siber,” jelasnya.
Fortinet, misalnya, telah menerapkan inisiatif untuk menawarkan ujian sertifikasi gratis kepada siswa, yang bertujuan untuk mengurangi hambatan untuk memasuki bidang tersebut. Terakhir, Lim percaya bahwa perusahaan harus mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel terhadap pengembangan karyawan.
“Organisasi perlu menyadari bahwa jalur karier di bidang keamanan siber bisa sangat bervariasi. Tidak setiap karyawan ingin menaiki jenjang karier di perusahaan seperti yang biasa mereka lakukan,” ujarnya.
Dengan menawarkan beragam pilihan pengembangan karier, perusahaan dapat memenuhi beragam aspirasi karyawannya, yang pada akhirnya menghasilkan kepuasan kerja dan tingkat retensi yang lebih tinggi.
Kesenjangan keterampilan keamanan siber di Indonesia menghadirkan tantangan besar yang memerlukan pendekatan multifaset untuk mengatasinya. Seperti yang ditekankan oleh Edwin Lim dari Fortinet Indonesia, meningkatkan kesadaran akan pentingnya keamanan siber, meningkatkan program pendidikan, dan menumbuhkan budaya perusahaan yang mendukung merupakan langkah penting dalam menarik dan mempertahankan talenta di bidang penting ini.
Dengan menerapkan strategi ini, Indonesia dapat berupaya membangun tenaga kerja keamanan siber yang tangguh dan mampu memenuhi tuntutan dunia yang semakin digital. Singkatnya, wawasan dari Edwin Lim menggarisbawahi perlunya upaya kolaboratif antara lembaga pendidikan dan industri, kompensasi yang kompetitif, dan lingkungan kerja yang mendukung untuk menjembatani kesenjangan keterampilan keamanan siber di Indonesia.
Seiring dengan meningkatnya permintaan akan tenaga profesional keamanan siber, mengatasi tantangan-tantangan ini akan menjadi hal yang sangat penting bagi kemajuan teknologi dan keamanan negara ini.
Baca Juga: Fortinet Akusisi Next DLP untuk Perkuat Secure Access Service Edge
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR