Judi online tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berpotensi mengancam ketahanan digital dan literasi finansial masyarakat. Rendahnya literasi digital dan finansial membuat masyarakat, terutama generasi muda, rentan terhadap eksploitasi oleh situs judi online.
Berdasarkan data yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonesia (PPATK), transaksi terkait judi online di Indonesia meningkat pesat, dengan total transaksi mencapai lebih dari 25 triliun rupiah dalam setahun terakhir.
Forum Wartawan Teknologi (Forwat), sebagai organisasi wartawan juga ikut menaruh perhatian mendalam akan dampak negatif permasalahan ini dan bertanggung jawab untuk memberikan informasi dan edukasi yang akurat serta menyeluruh kepada masyarakat.
Forwat bersama dengan DANA Indonesia, mengadakan Talk Show berjudul "Memutus Mata Rantai Judi Online Demi Ekosistem Digital yang Sehat" untuk mendiskusikan pendekatan strategis yang dapat membantu meminimalkan dampak negatif judi online.
Talk Show ini menghadirkan berbagai narasumber diantaranya Rudiantara (Komisaris Utama DANA Indonesia), Dina Artarini (Chief of Legal and Compliance DANA Indonesia), Menhariq Noor (Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Perjudian, Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia), Danang Tri Hartono (Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonesia), Uniek Yuniar (Kepala Divisi Perizinan SP Ritel DKSP Bank Indonesia), dan Ferry Irwandi (Influencer, aktivis dan CEO Malaka Project).
Dina Artarini, Chief of Legal and Compliance DANA Indonesia mengatakan, “Sejak pertama didirikan hampir tujuh tahun lalu, DANA dibuat dengan tujuan mempermudah transaksi masyarakat. Dalam kasus judi online, DANA mempunyai peran untuk melaporkan semua transaksi-transaksi mencurigakan kepada pihak berwenang. Kami ingin terus menyuarakan bahwa pemanfaatan teknologi pembayaran digital ini jangan sampai disalahgunakan.”
DANA percaya bahwa penanganan dampak negatif judi online memerlukan kolaborasi lintas sektor. Sejalan dengan langkah tersebut, DANA ikut mendukung Pemerintah dan Regulator dalam menjalankan tugasnya.
Upaya pemerintah bukan hanya soal regulasi, tetapi juga membangun kesadaran kolektif masyarakat. Dengan kampanye di berbagai platform media sosial dan dukungan dari semua pihak, pemerintah optimis langkah-langkah ini dapat menekan transaksi terkait judi online hingga ke tingkat minimal, sekaligus melindungi masa depan ekonomi digital Indonesia.
PPATK mengapresiasi inisiatif pelaku e-wallet seperti DANA yang aktif mendukung pemberantasan judi online melalui penguatan sistem keamanan dan edukasi pengguna. Langkah ini menunjukkan pentingnya kebersamaan dalam menghadapi ancaman yang merugikan masyarakat dan ekonomi digital Indonesia.
Upaya kolektif ini, jika terus diperluas, diyakini mampu menekan dampak buruk judi online secara signifikan. Danang Tri Hartono, Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonesia mengatakan, “Tahun 2023, deposit masyarakat mencapai 34 triliun, tahun ini sampai kuartal III mencapai 43 triliun.
Transaksi paling besar ada pada perbankan, lalu e-wallet, sekarang bergeser melalui merchant aggregator. Puluhan ribu merchant terindikasi judi online, berkamuflase menjadi berbagai merhcant. Mereka menggunakan crypto dan valas. Seharusnya merchant aggregator melakukan CDD, EDD untuk melakukan antisipasi untuk memotong rantai judi online berkedok merchant.”
Kolaborasi Lintas Sektor
Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengatur sistem pembayaran di Indonesia berperan besar dalam memastikan bahwa transaksi digital dilakukan dengan aman dan transparan. Judi online yang semakin marak memanfaatkan platform pembayaran digital untuk mempercepat transaksi, dan BI berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap transaksi yang mencurigakan.
Berdasarkan sumber dana, deposit judi online sebagian besar berasal dari transaksi melalui bank yaitu mencapai Rp33,09 triliun, dan e-wallet Rp8,37 triliun. Bahkan, berdasarkan jumlah transaksi pada bank, sebanyak Rp1,20 triliun diantaranya tercatat berasal dari bantuan sosial atau bansos.
BI terus berupaya mengimplementasikan kebijakan yang dapat menekan penggunaan sistem pembayaran digital untuk transaksi judi online. Melalui regulasi seperti Pengawasan terhadap Penyedia Jasa Sistem Pembayaran, BI memastikan bahwa transaksi yang melibatkan e-wallet dan pembayaran digital tetap dalam jalur yang sah dan aman, tanpa adanya penyalahgunaan untuk kegiatan ilegal seperti judi online.
Uniek Yuniar, Kepala Divisi Perizinan SP Ritel - DKSP Bank Indonesia, “Bank Indonesia turut berperan pada penanganan judi online melalui Satuan Tugas Pemberantasan Judi Daring dan Desk Penanganan Judi Online yang dibentuk oleh Pemerintah bersama dengan beberapa Kementerian dan Lembaga lainnya. BI juga berperan dalam implementasi Know Your Customer dan Know Your Merchant (KYC/KYM) dengan melakukan penguatan pada ketentuan dan implementasi Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU PPT dan PPPSPM). Selain itu, BI juga mengimbau untuk adanya penguatan melalui Fraud Detection System yang bisa melacak transaksi-transaksi kecil yang terindikasi digunakan untuk judi online.”
Meningkatkan literasi digital dan keuangan masyarakat bukan hanya tugas pemerintah saja, namun juga membutuhkan peran influencer, artis, ataupun konten kreator. Influencer dan aktivis memiliki peran penting dalam membentuk opini dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya judi online.
Dengan jutaan pengikut di berbagai platform media sosial, mereka dapat menggunakan pengaruh mereka untuk menyebarkan pesan- pesan positif dan mendidik masyarakat, terutama generasi muda, tentang risiko dan dampak dari judi online. Menggunakan platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, influencer bisa memperkenalkan alternatif gaya hidup yang lebih sehat dan produktif, jauh dari pengaruh judi online.
Hal senada diungkapkan oleh Ferry Irwandi, sebagai tokoh masyarakat sekaligus CEO Malaka Project, “Awal kemunculan judi online di Indonesia, banyak dipengaruhi oleh konten promosi yang masif dari influencer di media sosial. Saat itu, permasalahan ini belum dianggap serius. Dengan pemasaran dan kata-kata yang baik, konten ini banyak dikonsumsi. Sekarang, payment gateaway yang mempermudah masyarakat tetapi disalahgunakan.”
Sehubungan dengan hal ini Menhariq Noor, Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Perjudian, Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia mengatakan, “Komdigi sudah memblokir lebih dari 5,2 juta situs judi online. Salah satu langkah terbaiknya adalah masyarakat harus stop melakukan depo ke situs judi online. Perkembangan judi online saat ini semakin mengkhawatirkan, ini terlihat dari depo terkecil itu adalah di bawah 500 rupiah. Judi online ini bukan judi, tetapi scam atau penipuan.”
“Kami tidak punya wewenang untuk take down content yang beredar di PSE, tetapi kami bisa meminta platform untuk melakukan moderasi konten dan take down content. Kalau tidak dilakukan, mereka bisa dikenakan denda, kalau sampai tidak dilakukan, mereka bisa diblokir,” lanjutnya.
Diskusi ini menjadi langkah awal yang menegaskan pentingnya peran serta kontribusi setiap pemangku kepentingan terkait terhadap tindak preventif dan penanggulangan judi online. Dengan upaya kolektif dan holistik dari seluruh pihak, judi online bisa diminimalisir dampaknya bagi masyarakat dan ekosistem digital. Forw
Penulis | : | Dayu Akbar |
Editor | : | Dayu Akbar |
KOMENTAR