Bulan lalu, para pemimpin lingkungan dari hampir 200 negara menghadiri COP16, pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang keanekaragaman hayati, di Cali, Columbia, untuk melihat apakah dunia bisa memenuhi deadline tahun 2030 dari kesepakatan global COP15 untuk menghentikan hilangnya habitat alami.
Di COP16, Indonesia adalah salah satu dari 17 "negara mega diversitas" (yang memiliki sekitar 70% keanekaragaman hayati dunia) yang telah mengajukan rencana strategi dan aksi keanekaragaman hayati nasional (National Biodiversity Strategies and Action Plans - NBSAP) ke Biodiversity Secretariat PBB.
NBSAP adalah faktor kunci guna memahami dan melindungi habitat yang dimiliki negara-negara untuk semua aspek pengambilan keputusan pemerintah. Konservasi adalah upaya lintas sektoral, dan NBSAP memungkinkan negara-negara untuk mempertimbangkan kondisi ini selama pembuatan kebijakan.
Ketika negara-negara mencari cara baru untuk mengukur keanekaragaman hayati di dalam perbatasan mereka, mereka harus memproses sejumlah besar data untuk mengembangkan rencana konservasi. Misalnya, data dari satelit Sentinel-2 European Space Agency yang mengambil gambar pada seluruh permukaan darat Bumi, daerah pesisir dan perairan pedalaman setiap lima hari berjumlah sekitar 3,2 terabyte per hari. Proyeksi cuaca yang dihasilkan oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts bisa mencapai 250 terabyte per hari.
Meskipun adanya tantangan tersendiri dalam hal konsumsi energi, AI Generatif menawarkan jalur potensial untuk mempermudah pemrosesan data tanpa pemangku kepentingan membutuhkan semua data yang ada. AI dapat membantu mendapatkan lebih banyak wawasan tentang kebutuhan planet ini, serta bagaimana mencari solusinya.
Salah satu cara adalah menggunakan Large Language Model (LLM) yang lebih kecil, seperti model fondasi IBM Granite, yang dapat digunakan oleh para peneliti untuk tujuan keberlanjutan tertentu, seperti pengamatan Bumi dan konsumsi energi. Keakuratan pemodelan menggunakan model dasar dapat membantu pengguna meningkatkan hasil yang diperlukan.
Selain memproses data dan menghasilkan prediksi dan analisis, alat AI dapat membantu kita melihat bagaimana dunia alam berubah di sekitar kita. Awal tahun ini, IBM meminjamkan alat IBM Maximo Visual Inspection (MVI) ke WWF -Jerman untuk melacak pergerakan gajah hutan Afrika di Cekungan Kongo.
Gajah hutan Afrika dikenal sebagai 'insinyur ekosistem', spesies dasar dalam kesehatan keseluruhan Cekungan Kongo, yang merupakan rumah bagi lebih dari 10.000 spesies hewan. Gajah membersihkan vegetasi, memberi ruang bagi flora yang lebih kuat dan lebih tangguh untuk berkembang di lingkungan yang sumber dayanya akan dipengaruhi oleh pertumbuhan berlebihan. Mereka juga membantu meningkatkan keanekaragaman, kepadatan, dan kelimpahan spesies tanaman dan pohon, meningkatkan kapasitas penyimpanan karbon di hutan.
Teknologi serupa juga telah membantu melestarikan terumbu karang, yang menurut penelitian berada di bawah ancaman yang tinggi saat planet ini mulai menghangat. Struktur bawah laut, yang diperkirakan diandalkan 25% dari semua kehidupan samudera selama siklus hidup mereka, membantu berbagai makhluk di lautan dan di darat. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai penyerap karbon besar-besaran, tetapi juga penting untuk melestarikan ekosistem yang berfungsi sebagai sumber makanan manusia. Lebih dari empat miliar orang mengandalkan ikan yang berinteraksi dengan terumbu karang untuk 15% dari asupan protein hewani mereka.
The Reef Company, yang membangun terumbu buatan untuk memulihkan terumbu karang yang telah hilang karena perubahan iklim, bekerja sama dengan IBM untuk mengumpulkan data tentang bagaimana lautan berubah dan di mana terumbu karang dibutuhkan. Dengan menggunakan platform data laut BluBoxx IBM, The Reef Company dapat mengumpulkan data sensor yang mengukur salinitas, suhu, pH, larutan oksigen, tekanan, dan karbon dioksida di badan air. Data tersebut dapat diakumulasikan dan diunggah untuk mendapatkan wawasan cepat serta informasi lebih dalam bagaimana ekosistem berubah.
Dengan alat bertenaga AI, pemerintah dan organisasi dapat mengumpulkan dan memproses informasi dalam jumlah besar dari berbagai sumber yang berbeda. Meskipun kebutuhan untuk mengurangi tantangan energi terkait AI harus diawasi, teknologi ini menawarkan potensi untuk memahami dunia lebih baik dengan memproses informasi yang dapat diakses dan disaring guna ditindaklanjuti.
Baca Juga: Rahasia Creator Bangun Personal Branding Pakai Samsung Galaxy S24 FE
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR