Twilio, platform interaksi dengan pelanggan yang membantu perusahaan-perusahaan di seluruh dunia membangun hubungan langsung dan terpersonalisasi dengan pelanggan mereka, hari ini merilis prediksi sejumlah tren utama yang akan membentuk masa depan strategi pemasaran brand dan interaksi brand dengan pelanggan (customer engagement) di kawasan Asia Pasifik.
Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menjadi sebuah kekuatan yang amat berpengaruh di tahun 2024, di mana AI generatif digunakan untuk segala hal mulai dari pembuatan konten hingga analisis dan berbagai organisasi bisnis menggunakannya untuk mengotomatiskan tugas dan memperbaiki proses pengambilan keputusan.
Di tahun 2025, AI akan terus memengaruhi lanskap pemasaran dan interaksi dengan pelanggan, tetapi ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan guna memastikan bahwa seluruh potensi AI dapat dimaksimalkan.
AI: Pedang bermata dua
Di Indonesia, perusahaan-perusahaan di berbagai sektor industri – mulai dari manufaktur, pertambangan, e-commerce dan ritel, telekomunikasi, layanan keuangan, hingga jasa kesehatan dan pendidikan – berlomba-lomba memanfaatkan AI.
Di balik antusiasme yang tinggi ini, organisasi bisnis kerap tidak memiliki pemahaman intuitif tentang nilai AI yang sesungguhnya. Walaupun telah memahami area proses bisnis yang kurang efisien dan kebutuhan pelanggan yang perlu dipenuhi, banyak pelaku bisnis masih berupaya mencari cara untuk mengimplementasikan AI secara efektif guna mengatasi tantangan tersebut.
“Saat ini kita menyaksikan gelombang inovasi berbasis AI yang diakselerasi oleh penggunaan alat-alat AI. Akan tetapi, perwujudan potensi AI yang sebenarnya akan lebih berupa peningkatan secara bertahap sejalan dengan respons pasar, alih-alih melesat secara eksponensial seperti yang terjadi pada kebanyakan teknologi lainnya,” ujar Zachary Hanif, VP Group Architecture, AI di Twilio.
Dalam prosesnya, rasa percaya dan otentisitas dalam suatu pengalaman AI generatif akan jadi faktor yang semakin penting bagi para pelaku pasar yang cerdas. “Bisnis yang akan paling sukses dalam adopsi AI adalah bisnis yang dapat mengelola dan memonitor output AI secara efektif,” tegas Hanif.
Kebangkitan bot cerdas
Tahun 2025 akan menandai titik balik dalam komunikasi langsung dengan pelanggan karena brand mulai mengadopsi sistem AI percakapan yang mampu mengidentifikasi maksud pengguna dengan lebih baik dan menghasilkan kalimat yang mampu menyamai nuansa percakapan antar manusia.
Sebagian besar chatbot yang ada saat ini belum mampu menghasilkan respons yang benar-benar mensimulasikan interaksi dengan manusia, karena mereka dilatih menggunakan sumber daya statis seperti FAQ atau buku petunjuk. Akibatnya, chatbot sekadar berfungsi sebagai pengalih perhatian sementara sampai agen manusia dapat turun tangan untuk memberikan solusi nyata. Sebaliknya, AI percakapan dapat berinteraksi dengan pelanggan berbekal interaksi sebelumnya dan merespons dengan cara yang terasa lebih dinamis dan alami.
Selain AI percakapan, brand juga menyadari potensi agen AI cerdas yang dapat menawarkan atau menjual produk dan layanan, bertindak untuk mengatasi masalah pelanggan, membuat keputusan di tengah situasi sulit, dan mampu bekerja di seluruh saluran komunikasi.
Agen AI cerdas ini memiliki pemahaman mendalam tentang preferensi konsumen berdasarkan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, pembelian sebelumnya, dan dari interaksi pelanggan sebelumnya seperti ketika mereka mengadukan kesulitan login atau masalah yang belum terselesaikan. Bahkan, agen AI cerdas dapat menyesuaikan gaya komunikasi mereka dengan konteks tertentu di berbagai saluran komunikasi yang berbeda.
“Tujuan utamanya adalah menciptakan agen AI yang tidak terlihat namun sangat efektif, menghadirkan pengalaman layanan pelanggan yang terasa alami, mudah, dan tepercaya. Data kontekstual menjadi kunci untuk mewujudkan hal ini, memberdayakan agen AI dengan kemampuan mengantisipasi kebutuhan konsumen yang lebih baik, menyelesaikan masalah dengan cepat serta memastikan pelanggan tak perlu lagi mengulang keluhan yang sama,” papar Chris Connolly, Solutions Engineering Lead for Communications, APJ di Twilio.
Data sebagai keunggulan kompetitif baru
Keberadaan data kontekstual yang bersih dan konsisten makin krusial seiring dengan meningkatnya integrasi agen AI dan kecerdasan artifisial berbasis percakapan ke dalam perjalanan pelanggan. Agar dapat menonjol di tengah persaingan bisnis digital yang dipenuhi dengan berbagai bot, brand harus memanfaatkan data pelanggan secara optimal guna menciptakan pengalaman yang mulus tanpa hambatan.
Di tahun 2025, praktik yang lebih cerdas seputar pengumpulan dan pengelolaan data akan menjadi pusat perhatian. Makin banyak brand akan berinvestasi untuk platform data pelanggan (CDP) dan kerangka kerja validasi data yang dapat ditingkatkan skalanya guna memastikan keandalan dan kredibilitas data dalam skala besar.
Liz Adeniji, Area Vice President, Asia Pasifik & Jepang di Twilio Segment, menekankan pentingnya data dalam menghadirkan pengalaman yang dipersonalisasi. “Ketika model bahasa besar dan AI bukan lagi hal yang istimewa, data akan menjadi faktor penentu. Dengan memanfaatkan data secara efektif, brand dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan menciptakan pengalaman pelanggan yang unggul,” terang Liz.
Liz juga menegaskan pentingnya memastikan kualitas dan konsistensi data untuk keberhasilan suatu inisiatif AI. "Ada kecenderungan ke arah kedaluwarsa data karena brand mulai menyadari risiko menyimpan terlalu banyak data, sementara pelanggan semakin protektif terhadap informasi pribadi mereka. Ke depannya, brand akan fokus untuk mengumpulkan hanya data yang penting – seperti alamat email, nomor telepon, dan nama – dan membiarkan data sementara atau data yang tidak perlu kedaluwarsa."
Meruntuhkan sekat dan memupuk kolaborasi tim
Di tahun 2025, organisasi bisnis akan beralih dari solusi yang hanya berlaku untuk satu masalah tertentu ke arah pendekatan yang lebih holistik untuk mencapai imbal hasil investasi (ROI). Langkah ini dapat terjadi ketika mereka mencoba menyelesaikan masalah inefisiensi seperti penargetan pelanggan secara berulang. Sejalan dengan pergeseran ini, brand dapat mulai mengalokasikan sumber daya secara lebih baik ke inisiatif yang berfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan.
"Di banyak organisasi, tim pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan beroperasi sendiri-sendiri, masing-masing berfokus pada data dan tujuan mereka. Fragmentasi ini mempersulit atribusi dan peninjauan kinerja karena ketiadaan gambaran yang terpadu tentang pelanggan. Dengan meruntuhkan sekat-sekat di antara berbagai tim tersebut dan menyelaraskan data di seluruh unit bisnis, brand akan dapat membangun strategi pemasaran yang lebih cerdas, lebih personal, dan benar-benar sesuai dengan masing-masing pelanggan," kata Liz Adeniji.
Ke depan, teknologi seperti CDP dan data warehouse akan terus diminati dan menjadi kekuatan pemersatu seluruh divisi dan tim dalam sebuah organisasi bisnis. Teknologi ini akan berfungsi sebagai landasan untuk kolaborasi, menyatukan beragam tim dan unit bisnis di bawah satu bahasa yang sama, yakni data.
Di saat yang sama, pimpinan dalam organisasi, termasuk CTO, CMO, CPO, CCO, CDO, dan CRO akan mengembangkan peran yang lebih besar dalam membentuk strategi data dan visi organisasi serta membangun satu pandangan yang komprehensif dan terpadu tentang perusahaan dan praktik bisnis.
Penulis | : | Dayu Akbar |
Editor | : | Dayu Akbar |
KOMENTAR