Pandemi yang terjadi beberapa tahun lalu menjadi masa berat bagi pekerja kreatif, termasuk Dimitri Josephine dan sang suami, Arie Patih. Pembatasan ruang dan aktivitas membuat pelaksanaan event--yang selama ini menjadi sumber rejeki keduanya--menjadi berkurang drastis.
Namun masa sulit tersebut justru mendorong pasangan ini untuk lebih kreatif. Keduanya menyadari, dunia animasi dan game menawarkan banyak potensi, terutama di Indonesia. Dimitri dan Arie pun kemudian memiliki visi memanfaatkan teknologi 3D untuk mengembangkan industri kreatif di tanah air.
Langkah awal pemanfaatan teknologi 3D itu adalah membuat virtual production. Sebagai informasi, virtual production adalah teknik pengambilan gambar di studio yang dilengkapi dengan monitor LED sebagai latar belakang. Alih-alih menggunakan green screen, virtual production menggunakan layar LED sebagai alat bantu yang membentuk lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar inilah yang dibangun memanfaatkan teknologi 3D.
Penggunaan virtual environment ini menawarkan berbagai keuntungan dibanding green screen. Contohnya pencahayaan yang lebih simpel serta meminimalisir post production. Di era pandemi, pemanfaatan virtual production juga memungkinkan proses shooting di studio dengan personil dan biaya yang lebih rendah.
Dimitri dan Arie pun langsung mendalami teknik virtual production ini. Arie fokus di area teknis, sementara Dimitri mendalami sisi software, yaitu Unreal Engine. Ketekunan mereka pun membawa hasil. Beberapa klien mempercayakan iklan dan video klip yang memanfaatkan virtual production. Salah satu contoh karya Dimitri dan Arie adalah video clip Bintang di Surga dari Noah.
Sampai saat ini, mereka sudah mengerjakan sekitar 70 project yang memanfaatkan virtual production. “Mayoritas dari Indonesia, namun ada juga untuk studio luar [negeri],” ungkap Dimitri. Maklum, kala itu, perusahaan rintisan Dimitri dan Arie bisa dibilang pionir dalam penggunaan virtual production di Asia Tenggara.
Selain membuka lembar baru, usaha tersebut juga mengantarkan Dimitri masuk ke jajaran global, terutama di dunia Unreal Engine.
Menjadi Pakar Unreal Engine
Ada dua alasan utama mengapa Unreal Engine dipilih Dimitri dan Arie, serta pelaku industri visual lainnya, untuk membuat lingkungan virtual. Yang pertama adalah visualnya yang sangat realistis. “Saat shooting, proyeksi yang ditampilkan di layar LED terlihat sangat real,” ungkap Arie.
Alasan kedua, Unreal Engine memiliki kemampuan untuk terhubung ke LED dan camera tracker. Kemampuan tersebut memungkinkan tampilan LED bergerak otomatis mengikuti pergerakan kamera. Hal ini menciptakan efek parallax yang membuat video yang direkam terlihat natural.
Akan tetapi, menjadikan Unreal Engine sebagai virtual production ini memang tidak mudah. Pasalnya, Unreal Engine awalnya dibangun untuk membuat game. Alhasil selain belajar otodidak, Dimitri mengaku banyak bereksperimen sendiri. “Contohnya di internet cuma ada informasi cara memindahkan gelas. Jika kita mau membuat gelas bergerak zigzag, itu harus cari-cari sendiri,” ungkap Dimitri mencontohkan.
Namun berkat kerja kerasnya, Dimitri berhasil menjadi pakar dalam penggunaan Unreal Engine di luar industri game. Kemampuannya bahkan sampai ke Epic Games, perusahaan pembuat Unreal Engine. Epic Game pun kemudian meminta Dimitri mengikuti beberapa tes agar dapat mengantongi sertifikat resmi dari Epic Games. Setelah menjalani proses evaluasi sekitar lima bulan, Dimitri pun resmi menyandang predikat Unreal Engine Authorized Instructor.
“Saya orang pertama di Indonesia dan saat ini masih satu-satunya yang berfokus pada virtual production dan animasi,” ungkap Dimitri yang saat ini menjabat sebagai COO dan Virtual Art Director di perusahaannya, Luz Eterna Studio..
Tidak cuma itu. Dimitri juga dipercaya membuka komunitas Unreal Engine Indonesia Chapter Jakarta. Komunitas ini adalah 1 dari 52 komunitas resmi UE di seluruh dunia, dengan tujuan menjadi tempat berbagi pengguna UE di tanah air. “Di forum ini, kami bisa saling bertanya kalau menemui kesulitan saat menggunakan Unreal Engine,” tambah Dimitri.
Meski baru berdiri sekitar lima bulan, forum ini telah berhasil mengumpulkan sekitar 250 anggota. Sebagian anggota adalah mereka yang baru belajar, namun banyak juga yang ternyata sudah mahir. “Tapi yang jago-jago ini ternyata tidak masuk radar industri,” ungkap Dimitri. Fakta ini menegaskan keyakinan Dimitri bahwa talenta Indonesia dapat bersaing di dunia animasi dan 3D.
Karena itu di sela kesibukan berkarir, Dimitri pun aktif menjadi pembicara di berbagai acara, termasuk ke kampus. “Saya ingin lebih banyak ilmu artis Unreal Engine Indonesia berkembang dan kemudian dikenal industri,” ungkap perempuan lulusan bisnis di Queensland University of Technology (Australia) ini. Namun ia mengaku lebih sering menjadi pembicara di acara luar negeri. “Saya memang lebih terkenal di luar daripada di sini,” ungkap Dimitri sambil tertawa lepas.
Masa Depan Artis Unreal Engine
Dimitri mengakui, saat ini project terkait virtual production agak menurun seiring pandemi yang telah berlalu. Banyak rumah produksi memilih pengambilan gambar dengan cara tradisional, meski virtual production sebenarnya menawarkan efisiensi tenaga dan biaya. “Memang masih agak susah mengubah mindset pelaku industri di sini,” ungkap Dimitri. Karena itu, perusahaan rintisan mereka berdua, Luz Eterna Studio, saat ini lebih fokus di bidang animasi dan game.
Namun jika bicara artis Unreal Engine, Dimitri melihat potensinya tetap sangat besar. “Karena industri yang memanfaatkan 3D dan animasi terus berkembang,” ungkap Dimitri. Contohnya industri kedokteran yang dapat memanfaatkan teknologi VR/AR untuk menyajikan lingkungan virtual sebagai sarana belajar (seperti melakukan operasi). Begitu pula industri pertambangan yang dapat memanfaatkan animasi untuk memvisualisasikan kondisi pengeboran.
Melangkah ke depan, Dimitri dan Arie sedang fokus mengembangkan proyek-proyek animasi dan game yang menyasar pasar lokal dan internasional. “Kami berharap bisa memanfaatkan potensi di Indonesia yang masih sangat besar,” ungkap Dimitri. Sebagai pelopor di bidang virtual production, mereka juga ingin menjadikan teknologi tersebut sebagai alat bantu yang mendukung pengembangan film animasi dan game yang lebih inovatif dan berkualitas.
Sedangkan di sisi komunitas, mereka juga menaruh harapan tinggi. “Kami berharap bisa mengembangkan industri kreatif Indonesia agar dapat bersaing di pasar global. Dengan begitu, kami bisa memberikan peluang baru bagi talenta lokal untuk berkembang,” tambah Dimitri.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR