Indonesia, salah satu ekonomi mobile-first terkemuka di Asia Tenggara, tengah mengalami lonjakan serangan Trojan yang menargetkan aplikasi mobile. Dengan semakin banyaknya konsumen dan bisnis yang mengandalkan aplikasi mobile untuk transaksi, para pelaku kejahatan siber mengeksploitasi celah keamanan, yang menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.
Para pakar dari Appdome, platform keamanan mobile terkemuka, memperingatkan bahwa langkah-langkah keamanan tradisional tidak lagi cukup untuk menangkal ancaman yang semakin canggih ini. Jamie Bertasi, Chief Customer Officer di Appdome, mengaitkan meningkatnya kerentanan Indonesia dengan adopsi digital yang sangat cepat.
"Indonesia sedang menyaksikan transisi luar biasa ke mobile, melewati transformasi digital tradisional. Hal ini menjadikan negara ini target utama bagi organisasi kriminal siber, terutama yang memanfaatkan serangan berbasis AI," jelasnya.
Serangan banking Trojan dan deep fake semakin marak, dengan laporan kasus penipuan finansial yang terus meningkat.
Jan Sysmans, Mobile App Security Evangelist di Appdome, mengungkapkan bahwa antara 5% hingga 15% perangkat mobile di Indonesia sudah terinfeksi malware.
"Ekspansi cepat jaringan kriminal siber berbasis AI menciptakan kebutuhan mendesak akan keamanan mobile yang lebih maju. Mengandalkan langkah-langkah keamanan yang sudah usang tidak lagi cukup," ujarnya.
Faktor budaya dan perilaku juga turut berkontribusi terhadap meningkatnya ancaman mobile di Indonesia. Ekonomi berbasis mobile membuat pengguna sangat bergantung pada aplikasi untuk layanan keuangan, belanja, dan interaksi sosial. Namun, kepercayaan mereka terhadap merek dan aplikasi sering kali membuat mereka rentan terhadap aktivitas berbahaya.
"Pengguna tidak selalu menyadari ancaman siber, sehingga mereka menjadi target empuk bagi serangan Trojan," kata Bertasi.
Jan Sysmans menambahkan bahwa adopsi teknologi mobile yang cepat, tanpa diimbangi dengan kesadaran keamanan yang memadai, memperburuk risiko. Industri yang paling banyak menjadi target serangan Trojan termasuk perbankan, e-commerce, dan layanan kesehatan, di mana transaksi finansial yang sensitif sering dilakukan.
Para penyerang juga semakin banyak mengeksploitasi aplikasi loyalitas dan diskon, karena mereka melihatnya sebagai pintu masuk yang menguntungkan untuk melakukan penipuan finansial. "Setiap aplikasi yang melibatkan transaksi adalah target potensial," ujar Bertasi.
"Para pelaku kejahatan siber terus mengembangkan taktik mereka untuk mengeksploitasi peluang finansial, " ucapnya.
Untuk melawan ancaman ini, Appdome telah mengintegrasikan AI ke dalam platform keamanan mobile mereka selama lebih dari satu dekade.
"Mesin keamanan berbasis AI kami telah menghadapi berbagai jenis ancaman siber, memungkinkan kami untuk memberikan perlindungan zero-day terhadap malware yang baru muncul," kata Sysmans.
"Kami mendorong para pengembang untuk menerapkan pertahanan berbasis AI karena metode keamanan manual tidak lagi efektif melawan kejahatan siber berbasis AI
Bagi bisnis di Indonesia yang ingin memperkuat keamanan mobile mereka, Appdome menyarankan untuk tidak lagi bergantung pada software development kit (SDK) yang usang dan metode keamanan tradisional.
"Keamanan terus berkembang dengan cepat, dan bisnis harus siap menghadapi ancaman di masa depan," tegas Bertasi.
"Pendekatan terbaik adalah menggunakan solusi keamanan berbasis AI yang dapat mendeteksi dan mencegah serangan secara proaktif, " ujarnya.
Kerangka regulasi seperti undang-undang perlindungan data pribadi di Indonesia semakin diperkuat, tetapi masih ada ruang untuk perbaikan. "Diperlukan langkah-langkah kepatuhan yang lebih ketat untuk mengatasi ancaman seperti deep fake dan malware mobile yang canggih," ujar Bertasi.
Jan Sysmans menekankan bahwa bisnis harus selalu mengikuti perkembangan regulasi dan bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang efektif. Dengan semakin canggihnya ancaman siber, para pengembang aplikasi harus memprioritaskan fitur keamanan tingkat lanjut di luar perlindungan dasar.
"Fitur seperti anti-malware, anti-penipuan, dan deteksi deep fake harus diintegrasikan ke dalam aplikasi mobile," kata Bertasi.
Jan Sysmans menambahkan bahwa solusi keamanan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap aplikasi untuk memastikan perlindungan yang optimal.
Seiring dengan terus berkembangnya taktik kejahatan siber, ekonomi mobile di Indonesia harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pengguna dan bisnis dari serangan Trojan.
"Dengan memanfaatkan solusi keamanan berbasis AI dan tetap waspada terhadap ancaman yang terus berkembang, organisasi dapat memastikan pengalaman mobile yang lebih aman bagi semua pengguna, " ucapnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR