Steve Jobs boleh jadi hanya lulusan SMA. Ia memang sempat kuliah di Reed College, namun putus kuliah sejak semester pertama.
Meski begitu, Steve Jobs ia memiliki kecerdasan yang sangat mengesankan, seperti tercermin dari penuturan mantan anak buahnya, Brett Bilbrey.
Brett sendiri pernah bekerja di Apple sebagai software engineer sekitar tahun 2014-2016. Seperti Brett tuturkan di Quora, kala itu Apple menugaskannya untuk mengerjakan proyek webcam buatan Apple, iSight, di iMac. iSight saat itu masih merupakan webcam eksternal, sementara Apple ingin membuat iSight di iMac menjadi satu kesatuan (internal).
Untuk mencapai hal itu, Brett pun mengganti teknologi kamera dari CCD menjadi CMOS. Untuk menunjukkan hasilnya, ia pun menjejerkan prototype iMac yang telah menggunakan iSight baru dan lama agar manajemen Apple bisa lebih mudah membandingkan.
Steve Jobs pun datang dan melihat prototype keduanya. Yang membuat Brett terkejut, Jobs tidak cuma melihat kualitas kamera. Jobs mencecar Brett dengan pertanyaan teknis seputar teknologi CCD dan CMOS. Pertanyaan tersebut demikian detail, sampai di satu titik, Brett mengaku sudah mencapai batas pengetahuannya. “Jika Jobs bertanya lebih jauh, saya sudah tidak memiliki jawabannya” aku Brett.
Untuk memberi konteks, Brett adalah software engineer yang oleh rekan kerjanya disebut kutu buku. Namun toh ia terkejut dengan pengetahuan teknis yang dimiliki Jobs.
Beruntung, Jobs puas dengan semua jawaban Brett. Setelah merenung sebentar dengan gaya khas tangan memegang dagu, Jobs pun memilih teknologi CMOS.
Memadukan dengan Bisnis
Brett juga memberi contoh lain yang menunjukkan kemampuan Jobs menggabungkan teknologi dengan bisnis. Kala itu Brett mengembangkan algoritma bernama Real-Time High-Definition Blue-Screen Chroma-Keying yang memungkinkan layering dua video secara real-time.
Karena menganggap konsep algoritma buatan Brett menarik, Jobs pun menanyakan dengan detail soal itu. Bahkan ketika mendapati algoritma tersebut belum pernah dilakukan perusahaan lain, Jobs menimbangkan apakah perlu mematenkan algoritma tersebut atau tidak.
Jobs akhirnya memilih tidak mematenkan algoritma tersebut. Alasannya, paten memang akan membuat algoritma tersebut terlindungi secara hukum, namun secara bersamaan juga membuka peluang perusahaan lain untuk “mempelajari” algoritma tersebut. Jobs lebih memilih algoritma tersebut sebagai rahasia perusahaan yang tidak perlu diketahui pihak lain.
Pendek kata, Steve Jobs adalah sosok dengan kemampuan teknis yang mumpuni. Dan perlu diingat, Steve Jobs mengelola seluruh operasional Apple, mulai dari produk sampai marketing. Artinya, Steve Jobs memiliki kemampuan mendalam di semua bidang tersebut.
“Apakah dia tahu semuanya? Tentu tidak. Namun Steve Jobs sangat pintar dan dapat berdiskusi soal teknis secara mendalam” tulis Brett Bilbrey.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR