Ratusan mahasiswi di China dipaksa mengambil foto selfie bugil, sebagai jaminan bayar utang ke lintah darat.
Media lokal, China Youth Daily mewartakan ada 167 foto bugil dan video intim berisikan mahasiswi rentang usia 19-23 tahun.
Setidaknya ada 10 GB data serupa yang tersebar online, lengkap dengan kontak dan alamat para korban.
Skandal ini membuka tabir operasi "perbankan bawah tanah" yang banyak digunakan masyarakat China yang dimudahkan oleh teknologi internet.
Banyak pelajar, buruh, dan penduduk di daerah terpencil memiliki riwayat kredit di pusat referensi Bank Sentral China, sistem perbankan yang akan mencatat informasi kredit warga dan dapat dilihat oleh publik secara online.
Jika terdaftar di sistem tersebut, mereka tidak bisa meminjam uang dari bank atau lembaga keuangan tradisional. Diperkirakan, lebih dari 500 juta penduduk China berada dalam kelompok ini.
Mereka menjadi target empuk dari platform peminjaman peer-to-peer, atau metode peminjaman uang yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman secara online.
Platform lintah darat itu biasanya memiliki kesadaran risiko yang rendah dan mematok bunga yang sangat tinggi.
Para mahasiswa yang tidak memiliki aset sebagai jaminan adalah konsumen utama kredit online yang dengan mudah menawarkan pencairan dana dalam hitungan jam, cukup dengan mengisi beberapa formulir.
"Saya mendapat 5.000 yuan (sekitar Rp 10,3 jutaan) sebagai pinjaman yang cari hanya dalam waktu kurang dari tiga menit setelah mengirim foto dan video bugil saya kepada peminjam," aku salah satu korban.
Bunga yang dikenakan untuk pinjaman tersebut sebesar 27 persen per bulan. Jika mereka gagal mengembalikan pinjaman, biasanya akan ditangani di luar hukum yang tentu akan lebih merugikan.
Sayangnya, penolakan bank dan lembaga keuangan tradisional dengan alasan "bukan klien berkualitas", sering menjadi alasan utama mereka memilih lintah darat karena kebutuhan uang tunai yang mendesak dan tidak diperlukannya jaminan.