Acara pembukaan Asian Games 2018 medio Agustus kemarin menjadi salah satu momen paling membanggakan bangsa Indonesia. Eksotisme tarian saman yang diperagakan ribuan pelajar, berpadu dengan replika gunung raksasa, berhasil menunjukkan kekayaan budaya yang menjadi ciri bangsa ini.
Namun peristiwa historik ini ternyata tidak bisa menghapus keresahan di hati Pandji Choesin. Meski hadir langsung di Gelora Bung Karno bersama anak dan istri, pikiran Pandji berkutat pada telepon yang ia terima dari timnya beberapa saat sebelum acara pembukaan. “Pak, ada request mencurigakan dari kampung atlet di Kemayoran” begitu pesan telepon yang ia terima.
Keresahan Pandji menjadi wajar mengingat ia adalah IT Director Inasgoc (Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee). Tugas utama Pandji dan tim adalah memastikan kelancaran sistem TI Asian Games 2018, termasuk menangkal setiap serangan cybersecurity. Apalagi pada Winter Games 2018 di PyeongChang, terjadi insiden peretasan yang mengakibatkan acara pembukaan harus tertunda satu jam.
Selama acara pembukaan berlangsung, Pandji terus berkoordinasi dengan timnya yang sibuk melakukan investigasi atas request tak wajar tersebut. Wacana melakukan mitigasi, termasuk memutus akses dari wisma atlet, sempat muncul. Namun request ini pelan-pelan mereda dan acara pembukaan berjalan dengan sukses.
Belakangan baru diketahui, request tak wajar itu sebenarnya karena satu hal sederhana. Di sore jelang acara pembukaan, ada ribuan atlet yang baru masuk wisma atlet. Secara hampir bersamaan, mereka melakukan tap kartu identitas untuk masuk kamar dan segera bersiap menuju Gelora Bung Karno mengikuti acara pembukaan.
Hal itulah yang menyebabkan terjadinya request yang melonjak secara tiba-tiba. “Namun itu membuat saya tidak menikmati acara pembukaan” ujar Pandji sambil terkekeh.
Cuma Lima Bulan
Meski diawali keresahan, pekerjaan Pandji dan tim dalam mengawal infrastruktur TI Asian Games 2018 berjalan dengan mulus. Aplikasi seputar informasi atlet, jadwal pertandingan, sampai hasil pertandingan, berjalan lancar tanpa masalah. Termasuk ketika permintaan untuk mengakses data melebihi rencana awal.
“Sebenarnya, desain awal sistem informasi tersebut hanya untuk kalangan tertentu” cerita Pandji. Namun muncul permintaan dari media dan atlet yang juga ingin mengakses sistem informasi tersebut. “Kami pun kemudian membuka akses informasi tersebut karena kami yakin sistem dapat menanganinya” ungkap Pandji.
Keyakinan itu muncul karena sebelum Asian Games bergulir, tim TI Inasgoc telah melakukan stress test secara mendalam. “Kami melakukan ujicoba dengan membebani 2000 concurrent users per aplikasi” cerita Pandji. Data inilah yang kemudian menjadi sumber keyakinan untuk membuka akses data lebih luas. “Ketika akhirnya kami buka, memang terjadi peningkatan request, namun tidak sampai mengganggu sistem” tambah Pandji.
Keberhasilan ini menjadi kian impresif karena Pandji sebenarnya baru ditunjuk memimpin TI Inasgoc pada Maret 2018, atau lima bulan sebelum Asian Games 2018 berlangsung (yang merupakan Asian Games terbesar dari sisi jumlah peserta).
Mengandalkan Cloud
Mengawali tugasnya, Pandji langsung melakukan audit atas infrastruktur TI yang sejak awal dibangun di atas teknologi cloud. “Saat itu kami langsung menemukan, sistem security masih sangat lemah” ujar Pandji. Tim Inasgoc kemudian meminta bantuan Microsoft, yang kemudian melakukan audit dan menyampaikan rekomendasi. “Semua rekomendasi tersebut kemudian kami jalankan” cerita Pandji.
Pandji Choesin (IT Director Inasgox, kiri), Galib Machri (Director KDI, tengah), dan Hariz Izmee (President Director Microsoft Indonesia) saat menceritakan kisah di balik infrastruktur TI Asian Games 2018
Untuk menyempurnakan infrastruktur yang ada, tim Inasgoc dibantu Kreatif Dinamika Integrasi (KDI), yang merupakan salah satu mitra Microsoft di Indonesia. Galib Machri (Director KDI), ingat betul tekanan yang harus dihadapi timnya untuk membangun infrastruktur tersebut. “Kami harus up 150 application server yang saling terkoneksi dalam waktu satu minggu” cerita Galib.
Tantangan semakin besar karena regulasi Pemerintah RI mengharuskan data pribadi atlet (seperti kartu identitas dan paspor) harus disimpan di Indonesia. Dengan kata lain, Inasgoc dan KDI harus memilah data mana yang bisa “dilempar” ke cloud dan data mana yang harus disimpan di Indonesia.
Namun tantangan ini dapat dijawab melalui solusi Azure Stack. Azure Stack sendiri adalah solusi hybrid cloud yang menempatkan teknologi Azure di server on-premise. Jadi secara fisik, server berada di Indonesia. Namun teknologi di dalam server tersebut berbasis Azure dan mudah diintegrasikan dengan infrastruktur Azure untuk publik.
Dengan begitu, KDI bisa mengintegrasikan seluruh infrastruktur TI Asian Games 2018 dalam satu sistem dengan tetap mematuhi aturan data confidentiality yang digariskan pemerintah.
Yang kian membanggakan, Asian Games 2018 adalah pesta olahraga Asia pertama yang sepenuhnya menggunakan teknologi cloud. “Semua partner yang terlibat di penyelenggaraan Asian Games 2018 ini belum ada yang punya pengalaman di cloud” tambah Galib.
Bagi Pandji, keberhasilan ini berarti juga menuntaskan misinya untuk menginspirasi anak muda Indonesia. “Saat ditunjuk, tugas saya tidak cuma membuat Asian Games berjalan lancar” ungkap Pandji.
“Namun saya dan tim juga harus menginspirasi generasi muda Indonesia, bahwa mereka bisa mengambil kesempatan di era teknologi di masa depan”.