Pemerintah China mulai gelisah dengan warganya yang menggunakan virtual private network (VPN) untuk mengakses situs-situs yang diblokir negara tersebut.
Untuk mengatasinya, pemerintah mulai memberlakukan denda kepada warganya yang ketahuan menggunakan VPN.
Seperti diketahui, China sangat ketat mengatur tindak-tanduk warganya, termasuk di internet dengan memblokir beberapa situs besar, seperti Google, Facebook, dkk.
Greatfire.org, sebuah wathcdog yang bergerak di bidang penyensoran, mencatat ada 135 dari 1.000 situp top dunia yang telah diblokir pemerinta China.
Pemblokiran itu membuat banyak warganya memanfaatkan VPN untuk menembus situs asing yang diblokir pemerintah.
VPN merupakan alat yang membuat koneksi private dengan data yang terenkripsi. Alat ini sering digunakan untuk membuat alamat IP baru atau browsing internet secara anonim, sehingga bisa menembus blokir internet suatu negara.
Warga sipil bernama Zhu Yunfeng menjadi salah satu warganet China yang didenda sebesar 1000 yuan (sekitar Rp 2 jutaan) pada 28 Desember lalu, setelah diketahui menggunakan VPN.
Jumlah denda tersebut sekitar seperlima dari rata-rata upah bulanan kota Shaoguan Provinsi Guandong, kota asal Zhu.
Zhu diketahui menggunakan aplikasi VPN bernama Lantern, salah satu aplikasi VPN favorit warga China untuk mengakses situs asing.
Ia kemudian dituntut berdasarkan hukum kemanan publik yang mulai berlaku tahun 1997. Hukum tersebut melarang akses ke internet luar negeri tanpa izin pemerintah.
Zhu bukanlah warga sipil pertama yang didenda karena menggunakan VPN. Tahun 2017 lalu, saat berlangsung agenda kampanye nasional melawan koneksi ilegal, termasuk VPN, Wu Xiangyang, seorang pria dari Provinsi Guangxi, dituntut lima setengah tahun penajra karena menjual layanan VPN online.
Wu juga harus membayar denda 500.000 yuan (sekitar Rp 1 miliar). Jumlah tersebut ditaksir dari keuntungan Wu dari binisnya yang telah dikelola sejak 2013.