Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 1 Desember 2018, Sat Nusapersada menjelaskan jika perolehan kontrak dari Pegatron adalah efek dari perang dagang AS dan Tiongkok.
Jadi, pengusaha yang memproduksi barang di Tiongkok lalu menjualnya ke AS, akan dikenai pajak tambahan. Demi menghindari pungutan berlebih, sejumlah perusahaan hengkang dari Tiongkok dan bermigrasi ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Adapun bagi Sat Nusapersada, AS bukan pasar yang asing. Hingga September 2018, penjualan ke pasar negeri Uwak Sam menempati urutan keempat dari sisi kontribusi ekspor terbesar.
Sat Nusapersada memiliki empat pelanggan besar dengan nilai transaksi lebih dari 10 persen terhadap total pendapatan per 30 September 2018. Keempatnya meliputi Asus Global Pte Ltd, TOA E & I International Pte Ltd, Allied Telesyn International (Asia) Pte Ltd dan Sony Energy Devices Corporation.
Menurut materi paparan publik yang dipublikasikan di BEI pada Rabu (2/1) lalu, sepanjang 2018 Sat Nusapersada memproduksi sekitar 11,29 juta unit ponsel pintar alias smartphone.
Perusahaan berkode saham PTSN di BEI tersebut menjual 16,39 persen produknya ke pasar luar negeri. Produksi ponsel pintar tahun lalu melonjak hampir empat kali lipat ketimbang tahun 2017 yang tercatat 2,93 juta unit.
Sementara volume produksi 2017 tumbuh 2,5 kali lipat dari 2016 yang menyentuh angka 1,17 juta unit.