Find Us On Social Media :

Mendayagunakan Robotik untuk Revitalisasi Sektor Manufaktur

By Liana Threestayanti, Senin, 15 April 2019 | 18:30 WIB

PT JVC Electronics Indonesia menggunakan tujuh UR 3 cobots untuk melakukan tiga tugas: pick & place, menyolder, dan memasang baut.

Robot kolaboratif atau Collaborative Robot (Cobot) mengubah cara robotik dan otomasi dapat membantu perusahaan dalam berbagai skala bisnis meningkatkan proses operasional. Cobot dirancang untuk dapat bekerjasama dengan manusia/pekerja, bersifat ringan, kompak, dan fleksibel sehingga memungkinkannya bekerja di ruang kecil dan di berbagai industri.

Cobots juga memiliki total biaya kepemilikan (TCO) yang kompetitif jika dibandingkan dengan robot industri tradisional karena lebih murah pemasangannya (setup). TCO mencakup biaya langsung dan tidak langsung, termasuk pemeliharaan, perubahan tata letak lantai pabrik, pelatihan karyawan, dan aturan keselamatan (biasanya diperlukan untuk robot industri tradisional). Selain itu, program intuitif Cobots memperpendek proses pelatihan (short learning curve), bahkan memungkinkan karyawan dengan keahlian terbatas rendah (lower-skill) dapat memakainya dengan mudah.

PT JVC Electronics Indonesia (JEIN),  bagian dari JVC Kenwood, produsen elektronik entertainment system multinasional, telah mengimplementasikan Cobot di fasilitas manufakturnya di Indonesia, dalam upaya untuk mengganti proses manualnya dengan sistem otomatis agar tetap kompetitif.

Perusahaan memasang tujuh unit Cobot dari Universal Robots (UR) UR3 pada tahun 2016, yang berdampak positif dalam menekan biaya operasional lebih dari US$ 80.000 per tahun.

Pada awalnya, para teknisi enggan untuk mengganti proses manual yang telah mereka gunakan selama 20 tahun terakhir ini. Namun, proses peralihan ini justru mengejutkan mereka karena pelatihan dengan robot hanya memakan waktu empat hari. Bahkan dalam sebulan, para teknisi telah merasa nyaman dengan sistem baru tersebut.

Pendidikan, Vital dalam Menggerakan Industri 4.0

Meskipun memiliki populasi pekerja terbesar keempat di dunia, pekerja terlatih di Indonesia sangat terbatas. Anggara belanja pendidikan pemerintah hanya US$ 114 per kapita, sedangkan belanja litbang (R&D) terhitung hanya 0,1 hingga 0,3% dari PDB. Pemerintah menyadari kendala utama ini dan memprioritaskannya secara nasional, termasuk menciptakan program mobilitas tenaga kerja profesional, meningkatkan pusat litbang, dan melibatkan produsen global untuk mempercepat transfer teknologi.

Di luar itu, di sektor swasta, perusahaan seperti UR merupakan kunci untuk meningkatkan skillset (keahlian) serta memberikan inspirasi bagi dunia pendidikan. Akademi UR menawarkan modul pembelajaran online gratis untuk perusahaan dalam mengadopsi robotik. Ini menurunkan hambatan otomasi dengan membuat keterampilan pemrograman inti tersedia bagi pengguna cobot, terlepas dari pengalaman atau latar belakang dalam robot. UR juga meluncurkan pelatihan di kelas di Singapura. Pelatihan ini terbuka untuk umum, termasuk partisipan internasional.

Indonesia didukung oleh sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan daya saing. Di antaranya, jumlah tenaga yang besar, permintaan domestik yang kuat, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan sumber daya alam yang melimpah. Kini, segala keunggulan tersebut perlu dimanfaatkan dan mengambil potensi penuh dari teknologi Industri 4.0, seperti Cobot. Dengan mengadopsi Cobot, industri manufaktur atau produsen memiliki peluang yang sangat nyata untuk meningkatkan daya saing mereka, untuk melejitkan Indonesia ke 10 negara terkuat ekonomi dunia.

[1] https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/13/reinvigorate-manufacturing-or-remain-trapped-in-5-percent-growth.html

[2] https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/13/reinvigorate-manufacturing-or-remain-trapped-in-5-percent-growth.html

[3] https://www.thejakartapost.com/academia/2019/02/13/reinvigorate-manufacturing-or-remain-trapped-in-5-percent-growth.html

[4] https://www.globeasia.com/special-reports/embracing-fourth-industrial-revolution/

[5] https://via.news/politics/indonesia-vice-presidential-debate-2019-fact-checking/