Tahun ini, beberapa ponsel 5G memulai debutnya di pasar komersil. Sebut saja Samsung Galaxy S10, Oppo Reno, atau Xiaomi Mi Mix 3.
Beberapa vendor lain diperkirakan akan menyusul dan menelurkan lebih banyak produk dengan konektivitas 5G.
Firma riset pasar Canalys memprediksi pada tahun 2023 akan ada 800 juta unit ponsel 5G. Pangsanya 51,4 persen dari total pengapalan smartphone dan akan melampaui persentase pengapalan 4G pada tahun tersebut.
Bahkan, laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) antara tahun 2019 dan 2023 akan mencapai 179,9 persen.
Canalys memprediksi, secara keseluruhan, total pengapalan smartphone 5G antara tahun 2019 hingga 2023 akan mencapai 1,9 miliar unit.
China diproyeksikan akan menjadi pasar ponsel 5G terbesar dengan porsi pengapalan mencapai 34 persen, disusul oleh wilayah Amerika Utara sebesar 18,8 persen, dan Asia Pasifik 17,4 persen.
Canalys menyebutkan percepatan adopsi ponsel 5G tidak terlepas dari inisiatif pemerintah China dalam mengakselerasi pengembangan jaringan 5G di negaranya.
"Ada sejumlah fenomena dalam diskusi 5G di MWC Shanghai tahun ini, di mana lisensi 5G China diberikan setahun lebih awal dari rencana," kata VP of Mobility Canalys, Nicole Peng.
"Peran pemerintah China dan investasi bersama yang terstruktur dari operator dan pemasok perlengkapan menjadi hal yang penting dalam peluncuran komersil yang lebih cepat," lanjut Peng seperti dikutip TechCrunch.
Diramalkan, pada tahun 2020 mendatang, 17,5 persen smartphone yang dikapalkan ke China akan berteknologi 5G. Canalys memperkirakan angka ini akan melonjak menjadi 62,7 persen pada tahun 2023.
Banyak bukan berarti merata Selain peran pemerintah, menurut Peng, kapabilitas keuangan dari para operator seluler dan banyaknya vendor smartphone asal China yang meluncurkan ponsel 5G, membuat penetrasinya semakin agresif.
Namun, Peng mengatakan adopsi ponsel 5G yang masif tidak serta merta membuktikan bahwa penyebaran 5G sudah merata.
"Penyebaran 5G secara menyeluruh akan memakan waktu cukup lama dan akan lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya (4G), demi mewujudkan benefit jaringan 5G melalui layanan seluler enhanced Mobile Broadband (eMBB)," ujar Peng.
Selain itu, kata Peng, ongkos penyebaran 5G cukup mahal. Operator global akan semakin tertekan, apalagi setelah mengalami penurunan pendapatan dan persaingan harga dengan operator jaringan virtual mobile (Mobile Virtual Network Operator).
Investasi 5G oleh para operator di China akan mencapai 5 miliar dollar AS (Rp 70,5 triliun). Analis dari Canalys, Mo Jia mengatakan sekitar 70.000 hingga 90.000 base tranceiver station (BTS) 5G akan dibangun di China.
"Di antara tiga operator, China Mobile akan memperluas keuntungan pasarnya dengan memperbesar basis pengguna dan memperkuat finansialnya," ujar Jia.
Tiga operator yang telah siap dengan jaringan 5G tersebut juga bekerja sama dengan vendor lokal seperti Huawei, Oppo, Xiaomi, dan ZTE. Samsung juga disebut akan memanfaatkan kerja sama dengan operator di China untuk kembali merajai pasar di sana.
Sementara, pengguna iPhone di China harus menunggu agak sedikit lebih lama dikarenakan sang pabrikan belum meluncurkan produk 5G.