Pasalnya, ponsel Redmi 5A memang benar-benar memaksa vendor lain untuk kembali ke segmen yang lebih rendah ketimbang menengah dan atas.
"Kalau tidak, kebanyakan vendor akan kehilangan pangsa pasarnya," tambah Risky.
Senada dengan Risky, Stephanie Sicilia, Head of Public Relations Xiaomi Indonesia menilai bahwa pasar low-end masih memiliki daya tarik tersendiri di mata para konsumen.
"Beberapa perusahaan riset menyatakan bahwa permintaan terbesar masih dipegang oleh produk low-end dengan harga di bawah 200 dollar AS dan smartphone mid-range dengan harga 200 dollar AS hingga 400 dollar AS," ungkap Stephanie.
"Sejalan dengan nilai dan strategi bisnis kami, kami selalu menyesuaikan dengan tren teknologi dan berkomitmen memberikan variasi produk di masa mendatang supaya memenuhi kebutuhan konsumen di Indonesia," lanjutnya.
Baca Juga: Jumlah PC Tradisional yang Dikapalkan Pada Kuartal Lalu Meningkat
Mempengaruhi pasar
Strategi yang diterapkan Xiaomi terbukti membawa hasil. Data IDC menunjukkan pada kuartal empat (Q4) 2017 pangsa pasar ponsel kelas menengah di Indonesia masih memiliki total sekitar 32 persen.
Namun pada kuartal pertama 2018 (Q1) angkanya menurun menjadi 30 persen dan sampai di Q4 2018 pangsa pasar smartphone mid-range melorot hingga 27 persen.
Menurut Risky, fenomena tersebut tak lain disebabkan oleh kehadiran Redmi 5A yang "merusak" pasar dengan harga yang hanya berkisar pada angka Rp1 juta.
"Vendor-vendor yang berada di kelas menengah, mengubah fokus mereka untuk memperkuat lini low-end. Di Q1 2018 jadi 30 persen, faktornya karena muncul Redmi 5A," kata Risky.
Oleh sebab itulah pasar low-end kemudian mengalami peningkatan. Pada Q1 2018 pasar ini meraup sebanyak 65 persen market share dan di akhir 2018 meningkat ke angka 69 persen.