Find Us On Social Media :

Inilah Tiga Persyaratan Ponsel yang Sudah Dibeli dari Luar Negeri

By Adam Rizal, Senin, 5 Agustus 2019 | 13:00 WIB

Ilustrasi Smartphone

Penerapan aturan identitas nomor perangkat seluler internasional (International Mobile Equipment Identity/ IMEI) untuk menekan peredaran ponsel BM (black market), rencananya akan ditandatangani pertengahan bulan ini.

Aturan ini mewajibkan semua nomor IMEI ponsel yang beredar di Indonesia agar terdaftar di database atau konsekuensinya akan diblokir.

Hal yang masih menganjal adalah bagaimana nasib ponsel yang kadung dibeli dari luar negeri?

Kementerian Komunikasi dan Informarika (Kominfo) mengaku sedang menyiapkan tiga opsi, khusus untuk ponsel-ponsel yang dibeli di luar negeri. 

Pertama adalah opsi pelaporan. Nantinya, ponsel yang dibeli di luar negeri bisa digunakan di Indonesia dengan melaporkan IMEI ponsel, dan pembeli wajib membayar pajak.

Opsi kedua adalah memberi batasan jumlah ponsel yang dibeli oleh satu orang yang dilacak berdasarkan nomor induk kependudukan (KTP).

Terakhir adalah opsi blokir, di mana saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan pemblokiran ponsel yang dibeli dari luar negeri.

Ponsel akan tetap aktif, hanya saja jaringan seluler melalui kartu SIM lokal tidak akan bisa digunakan.

Baca Juga: Duh, Jumlah Pengguna yang Terkena Malware Finansial Naik Menjadi 7%

Saat ini pemerintah sedang menyiapkan sistem pelaporan IMEI. Bukan hanya yang berasal dari luar negeri saja, tapi juga untuk ponsel yang hilang.

Pemilik ponsel hilang harus membawa surat laporan kehilangan dari kepolisian, lalu melaporkan nomor IMEI ponsel tersebut ke Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina).

Pemerintah juga akan membuat pengecualian aturan IMEI untuk kebutuhan khusus, seperti para diplomat dan penegak hukum.

Paling lambat 6 bulan lagi dan peraturannya akan ditandatangani sekitar pertengahan Agustus ini.

Dirjen SDPPI, Ismail memprediksi bahwa butuh waktu sekitar enam bulan setelah kebijakan diteken untuk kemudian diimplementasikan.

Menurut Ismail, waktu tersebut dibutuhkan karena ketiga kementerian setidaknya harus memersiapkan 8 hal.

Kedelapan hal itu adalah persiapan mesin SIRINA, penyiapan database IMEI, pelaksanaan tes, sinkronisasi data operator seluler, sosialisasi, penyiapan SDM, SOP tiga kementerian, dan penyiapan pusat layanan konsumen.

"Perkiraan kami untuk delapan hal ini butuh waktu enam bulan. Setelah itu, peraturan tersebut akan live dan dieksekusi oleh operator. Sebelum enam bulan pasti ada evaluasi lagi," ungkap Ismail dalam sebuah diskusi di kantor Kemenkominfo.

Artinya jika penandatanganan kebijakan sesuai dengan jadwal yakni 17 Agustus, maka proses pemblokiran ponsel BM akan dimulai pada 17 Februari 2020 mendatang.

"Peraturan Menteri sudah siap secara draft, tapi harus konsultasi publik terlebih dahulu. Kalau sudah submit ke menteri untuk persetujuan beliau, kisaran tanggal 17 Agustus," lanjut Ismail.

Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa proses pemblokiran bisa dimulai dalam waktu yang lebih cepat.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan bahwa waktu enam bulan yang diperkirakan oleh Kominfo adalah waktu paling lambat.

"Itu tadi kan dibilang, paling lambat (enam bulan)," kata Rudiantara.

Terakhir, Rudiantara mengatakan bahwa Kementerian Keuangan pun akan turut dilibatkan, khususnya untuk Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Pajak.

"Peraturan menterinya dibuat masing-masing, bukan bersama. Tetapi substansinya sama dan terintegrasi sehingga kebijakannya sektoral," pungkas Rudiantara.

Baca Juga: Samsung Patenkan Sembilan Ponsel Galaxy Pintar A Series untuk 2020