Teknologi ponsel pintar terus berkembang dengan cepat, terutama dari sisi kinerja dan kualitas kameranya.
Namun tidak demikian dengan baterai, yang sudah memakai baterai lithium sejak awal tahun 2000-an dan terus dipakai sampai saat ini.
Tak heran meski kecepatan ponsel pintar makin tinggi dan fiturnya makin lengkap, kapasitas baterai tak pernah beranjak dari 4.000 - 5.000 mAh.
Soalnya, baterai lithium-ion jika diperbesar kapasitasnya akan memerlukan ruang lebih besar, sehingga ponsel pintar bakal lebih tebal dan berat.
Padahal sekitar dua tahun lalu, Samsung menerima hak paten untuk teknologi berbasis graphene baru.
Baterai graphene ini membuat baterai mampu menyimpan sekitar 45% kapasitas lebih banyak daripada baterai lithium-ion yang dipakai saat ini.
Selain itu, batere graphene bisa diisi ulang lima kali lebih cepat ketimbang baterai yang ada saat ini. Kini, setelah lebih disempurnakan, tampaknya Samsung mungkin segera siap untuk menerapkannya.
Pengamat industri gadget Evan Blass, telah diberitahu bahwa Samsung berencana untuk merilis "setidaknya satu" ponsel pintar "tahun depan atau tahun 2021" yang dibekali baterai graphene.
Baterai graphene, mampu meningkatkan kapasitas sel, ditambah kemampuan mengisi daya sekitar lima kali lebih cepat daripada baterai ponsel pitnar saat ini.
Menurut Evan Blass, hal ini akan memungkinkan baterai terisi pernuh hanya dalam waktu 30 menit.
Meskipun waktu pengisian lebih pendek, baterai berbasis graphene cenderung makin memburuk seiring waktu.
Umur baterai harus, karenanya, menurun pada kecepatan yang lebih lambat dan kebutuhan untuk mengganti sel sepenuhnya setelah beberapa tahun akan berkurang.
Setelah banyak diproduksi, harga baterai graphene juga menjadi lebih murah daripada lithium-ion. Selain itu, graphene bisa lebih baik untuk lingkungan dalam jangka panjang.
Jadi jelas, graphene berpotensi untuk merevolusi industri baterai ponsel pintar. Namun keunggulan utama baterai graphene bukanlah pada kapasitas itu seperti dikutip Phone Arena.
Tak seperti teknologi lithium-ion yang bisa dengan mudah meledak jika kondisi standar tidak terpenuhi, misalnya panas dan lembab, baterai graphene tidak akan meledak pada kondisi seperti itu.
Maka jika memakai baterai graphene, diyakini tidak akan ada lagi masalah baterai meledak seperti kasus Galaxy Note 7.
Kapan flagship Samsung akan dibekali baterai graphene?
Saat ini Samsung masih berupaya meningkatkan kapasitas produksinya sambil menurunkan biaya.
Jadi awalnya pemakaian baterai graphene ini tampaknya masih sangat terbatas dan mahal.
Raksasa Korea Selatan itu belum mengonfirmasi rencana apa pun untuk pemakain graphene ini, tetapi penerus Galaxy Fold tahun ini bisa menjadi calon produk potensial untuk teknologi ini.
Galaxy Fold dianggap potensial karena pasar ponsel pintar layar lipat diperkirakan akan terus tumbuh tahun depan. Soalnya, produksi Galaxy Fold belum cukup banyak dan harganya juga sudah tinggi.
Sebagai gantinya, Samsung kemungkinan akan memproduksi beberapa ratus ribu unit, menjadikannya subjek uji sempurna untuk teknologi baterai baru.
Keuntungan lainnya, harga tinggi ponsel pinar lipat Samsung harus mampu menutupi biaya tambahan terkait penggunaan teknologi graphene.
Jika Samsung berhasil menerapkan baterai graphene ini tahun depan dan tidak terjadi masalah, maka beberapa flagship Samsung tahun 2021 nanti berpotensi mewarisi teknologi.
Tetapi Samsung bisa menunda penggunaan baterai graphene ini untuk menyempurnakan segala sesuatu dan memastikan syarat produksi massal dapat dipenuhi.
Karena itu, Galaxy Note 12 dan Galaxy Note 12+ bisa menjadi flagship pertama yang mengadopsi baterai graphene.
Sementara itu, konsumen bisa berharap Samsung akan terus mendorong pengembangan baterai lithium-ion.
Baru-baru ini Samsung memperkenalkan teknologi pengisian cepat 45W baru pada Galaxy Note 10+ yang kemungkinan akan didukung oleh Galaxy S11 dan Galaxy S11+ tahun depan.