Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan alasan pemerintah membatasi akses internet bukan media sosial.
Berbeda dengan pembatasan yang dilakukan pada unjuk rasa Mei lalu yang berlaku hanya untuk media sosial.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengungkap penanganan kerusuhan di Jakarta dan Papua memang memiliki penanganan yang berbeda.
"Masalahnya di teknologi. Di sana tidak bisa dilakukan pembatasan media sosial saja, tidak bisa secara regional," katanya usai membahas pemblokiran internet Papua di kantor Ombudsman RI, Jakarta.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan belum ada teknologi yang hanya membatasi media sosial saja di Papua dan Papua Barat. Jika hal itu dilakukan maka akan berimbas ke pembatasan seluruh Indonesia.
"Kami juga tadi membahas kalau media sosial kebanyakan diakses melalui smartphone. Sebetulnya bisa dikendalikan karena ada peraturan Menteri Kominfo tentang registrasi data pengguna atau identitas pengguna, terutama prabayar," ujarnya.
Peraturan itu tidak bisa dijalankan secara konsisten karena banyak identitas yang tidak akurat dan menjadi masalah penyebaran kabar bohong.
Ombudsman pun kembali meminta Kemenkominfo untuk segera membenahi masalah tersebut agar selanjutnya tidak ada lagi pembatasan akses internet.
"Kalau registrasinya sudah benar, ini akan lebih mudah mengatasi daripada seperti sekarang ini. Dan kembali lagi, kami sudah minta untuk segera dievaluasi dan secara bertahap pulihkan akses internet di Papua dan Papua Barat," kata Alamsyah.
Sebelumnya, Kemenkominfo melakukan pemblokiran data internet di Papua dan Papua Barat pada Rabu (21/8).
Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
Segera Evaluasi
Kemenkominfo akan melakukan evaluasi terhadap dampak pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
Seperti diketahui, sejak akses internet diblokir pada Rabu (21/8) seumlah layanan publik seperti BPJS hingga ojek online tidak dapat beroperasi.
"Nanti kita evaluasi, kita jelaskan tentang itu karena kan kita ngomong ada evaluasi aparat yang mempunyai kewenangan terhadap keamanan dan keamanan itu nilainya lebih tinggi daripada yang lainnya," kata Semuel.
Pemerintah belum bisa memastikan kapan internet di Papua akan kembali normal sebab Kemenkominfo harus berkoordinasi dengan pihak keamanan apakah kondisi di Papua dan Papua Barat sudah kondusit atau belum.
Selain itu Kemenkominfo mengatakan penyebaran berita hoaks atau kabar bohong dan ujaran provokatif melalui situs atau URL maupun di media sosial mulai berangsur menurun.
"Kalau di sana sudah mulai menurun [kabar bohong dan provokatif]," pungkas Semuel.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif South East Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Damar Juniarto melalui cuitan Twitter pribadinya menyebut akibat pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, sangat merugikan masyarakat.
Sebab, sejumlah pelayanan publik seperti BPJS hingga layanan ojek online tidak dapat beroperasi sehingga tidak mendapatkan penghasilan setelah sepekan terakhir Kemenkominfo memblokir akses internet.
Selain itu, SAFENet juga memberikan surat somasi kedua ke Kemenkominfo. Dalam pertemuan dengan Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Damar kembali mempertanyakan alasan pembatasan akses serta mitigasi atau mengurangi risiko terhadap layanan publik yang tidak bisa digunakan warga Papua.