Find Us On Social Media :

Tiga Startup Indonesia Ini Terpilih Ikut Program Surge Besutan Sequoia

By Rafki Fachrizal, Rabu, 9 Oktober 2019 | 18:33 WIB

(Ki-ka) Indra Gunawan (CEO, Bobobox), Rajan Anandan (Managing Director, Surge), dan Harshet Lunani (CEO, Qoala).

Sequoia India resmi mengumumkan 20 early stage startup (startup pada tahap pengembangan awal) di India dan Asia Tenggara yang terpilih untuk mengikuti program Surge gelombang kedua tahun ini.

Surge sendiri merupakan program empat bulan yang di mana para pendiri startup akan mengikuti program selama seminggu setiap bulannya.

Lewat program ini, para pendiri startup akan berkesempatan mendapatkan pelatihan pengembangan perusahaan, studi banding global, serta dukungan dari komunitas mentor dan pendiri dari berbagai startup sukses di dunia.

Sejak program ini diluncurkan pertama kali pada Maret 2019 lalu, Surge telah berkembang menjadi komunitas yang terdiri dari 80 pendiri dari 37 startup di enam negara.

Dalam konferensi pers yang digelar hari ini (09/10/19) di Jakarta, Rajan Anandan selaku Managing Director, Surge, mengatakan “Surge adalah sebuah inisiatif Sequoia India. Sequoia India sendiri telah berinvestasi di lebih dari 250 startup di India dan Asia Tenggara. Di Indonesia, Sequoia India telah menyuntik dana pada lebih dari selusin startup selama lima tahun terakhir.”

Rajan mengungkapkan bahwa pada gelombang kedua ini akan ada tiga startup Indonesia yang turut serta yaitu Chilibeli (Social Commerce), Storie (E-Commerce) dan Rukita (Co-Living).

Pada gelombang sebelumnya, dua startup Indonesia yaitu Bobobox (Hospitality) dan Qoala (InsurTech) telah lebih dulu mengikuti program Surge di awal tahun ini.

Baca Juga: Hanya 5 Persen yang Sukses, Ini Alasan Banyak Startup Gagal

Bantu Jawab Tantangan Pendiri Startup

Membangun startup - terutama pada tahap awal - bisa dibilang menjadi tantangan yang besar bagi para pendirinya.

Dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk membangun produk pertama, merekrut engineer pertama, dan mendapatkan pelanggan pertama.

Apalagi berdasarkan penjelasan Rajan, tidak sedikit pula pendiri startup di Asia Tenggara yang juga merasa bahwa mereka menghabiskan terlalu banyak waktu untuk penggalangan dana yang menyebabkan mereka mengorbankan waktu untuk membangun bisnis mereka.