Serangan siber dari masa ke masa semakin rumit, dan saat ini serangan bukan lagi dilakukan oleh manusia atau peretas melainkan bot atau program komputer menerapkan kecerdasan buatan (artificial intellegence/AI) layaknya mesin robot, menurut praktisi keamanan siber.
"Serangan siber bukan lagi oleh manusia, tapi bot. Serangan sekarang pakai kecerdasan buatan," kata CEO NTT Ltd Indonesia, Hendra Lesmana di Jakarta.
Serangan siber yang terjadi belakangan ini banyak dilakukan oleh bot yang dilengkapi dengan AI, dan bot sudah dilatih menerapkan pembelajaran mesin (machine learning) agar bisa memetakan serangan mana yang lebih efektif.
Karena itu, NTT menilai pertahanan siber saat ini tidak cukup hanya mengandalkan manusia, namun juga harus dibantu pertahanan dari mesin untuk mengatasi serangan siber yang dilancarkan oleh mesin.
"Ini era mesin, tidak bisa pertahanan siber hanya oleh manusia. Mesin juga," kata Hendra.
Pertahanan keamanan siber menggunakan kecerdasan buatan juga berfungsi untuk mendeteksi dari mana serangan berasal, apalagi saat ini banyak serangan yang disamarkan seolah-olah berasal dari negara tertentu.
"Analisa seperti itu akan sulit kalau tidak pakai AI," kata Hendra.
Agar dapat mengatasi serangan siber, terutama dari mesin, Hendra berpendapat, desain pertahanan siber harus sudah kuat sejak awal dan memungkinkan untuk diberi fitur keamanan tambahan di kemudian hari.
Tren Serangan Siber
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memprediksi sejumlah serangan siber yang akan terjadi pada 2020, salah satunya ransomware, jenis perangkat perusak yang dirancang untuk menghalangi akses kepada sistem komputer atau data.
"Prediksi tahun 2020, ransomware masih akan meningkat," ujar Direktur Proteksi Infrakstruktur Informasi Kritikal Nasional (IIKN) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Agung Nugraha, dalam "Forum Diskusi Telematika Akhir Tahun 2019" di Jakarta.
Ransomeware, menurut Agung, juga menjadi serangan siber yang paling banyak terjadi selama 2019.