Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat mengaku membutuhkan waktu dua bulan untuk membuka kunci keamanan iPhone 11 milik Lev Parnas tanpa bantuan sedikit pun dari Apple.
Hal ini diungkapkan Hakim Distrik AS, J Paul Oetken, setelah menerima surat yang berisi keberhasilan FBI menjebol pengamanan iPhone 11.
Parnas saat ini sedang diselidiki karena keterlibatannya bersama Rudolph Giuliani karena menyerang Joe Biden, lawan politik Presiden AS Donald Trump.
Dilansir dari Phone Arena, Jumat, 24 Januari 2020, FBI sampai harus menciptakan laboratorium sendiri hanya untuk membuka kunci pengaman perangkat termasuk iPhone.
Dalam beberapa kesempatan, Apple diketahui enggan membantu penyelidikan atas sejumlah kasus.
Keputusan ini mengundang kritikan pedas dari Donald Trump. Menurutnya, enkripsi yang ada di Apple digunakan oleh pembunuh, pengedar narkoba, dan pelaku kriminal lainnya.
Ia kembali menegaskan bahwa Apple seharusnya berpartisipasi dan membantu negara dalam memerangi kejahatan.
Berbagai permasalahan yang disebut Trump, salah satunya adalah soal perdagangan. Gedung Putih juga telah membuat pengecualian untuk iPhone berkenaan dengan tarif barang-barang impor dari China.
Selain Trump, Jaksa Agung William Bar juga mengkritik Apple karena kurang membantu secara substantif dalam penyelidikan kasus Pensacola. Raksasa teknologi yang didirikan Steve Jobs tersebut diketahui tidak segera berkomentar.
Namun, menurut informasi bahwa Apple menolak karakterisasi Departemen Kehakiman AS yang mengaku tidak akan membantu penyelidikan.
Meski begitu, Apple menanggapi permintaan dengan menyerahkan data termasuk informasi akun, cadangan iCloud, dan data transaksional.
Walau Apple telah memberikan data-data tersebut untuk keperluan investigasi, mereka tetap menolak untuk menciptakan backdoor enkripsi karena khawatir disalahgunakan.
"Kami selalu mempertahankan tidak ada yang namanya backdoor untuk orang-orang baik. Backdoor bisa dieksploitasi oleh mereka yang mengancam keamanan negara dan keamanan data dari pengguna kami," demikian keterangan resmi Apple.
Diserang Trump
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerang Apple lewat cuitannya di akun Twitter.
Ia mengecam perusahaan yang didirikan Steve Jobs itu lantaran menolak membantu FBI membuka dua iPhone yang digunakan pria bersenjata di Pangkalan Angkatan Laut AS di Pensacola, Florida pada Desember 2019.
"Saya selalu membantu Apple soal perdagangan dan banyak isu lainnya. Tapi kok mereka menolak membantu pemerintah untuk membuka iPhone yang digunakan pembunuh, pengedar narkoba, dan pelaku kriminal lainnya," ungkap Trump, seperti dikutip dari Business Insider.
Ia kembali menegaskan bahwa Apple seharusnya berpartisipasi dan membantu negara dalam memerangi kejahatan. Berbagai permasalahan yang disebut Trump, salah satunya adalah soal perdagangan. Gedung Putih juga telah membuat pengecualian untuk iPhone berkenaan dengan tarif barang-barang impor dari China.
Komentar Trump di Twitter ini muncul setelah Jaksa Agung AS William Barr mengatakan jika Apple tidak akan membantu selama penyelidikan berlangsung. Tapi, tuduhan Trump ini tidak sepenuhnya benar. Pada Senin, 13 Januari kemarin, Apple menolak tuduhan Departemen Kehakiman yang menyebut mereka tidak membantu investigasi.
Perusahaan yang bermarkas di Cupertino, AS ini mengatakan mereka telah memberikan informasi dari iPhone yang dimaksud kepada FBI, termasuk informasi akun, backup iCloud dan data transaksi dari beberapa akun yang terkait dengan perangkat tersebut.
Walau Apple telah memberikan data-data tersebut untuk keperluan investigasi, mereka tetap menolak untuk menciptakan backdoor enkripsi karena khawatir disalahgunakan.
"Kami selalu menyatakan tidak ada yang namanya backdoor hanya untuk orang-orang baik. Backdoor juga dapat dieksploitasi oleh mereka yang mengancam keamanan nasional kita dan keamanan data pelanggan kita," kata Apple dalam keterangan resminya.
Pernyataan Apple ini ternyata membuat Barr dan Trump terjebak dalam masalah. Apple sendiri membentengi diri dengan pernyataan melindungi privasi konsumen dengan mengatakan enkripsi sangat penting untuk melindungi negara dan data pribadi pengguna.
Masalah seperti ini sebenarnya bukan untuk pertama kalinya. Pada 2016, Trump juga pernah menyerukan boikot semua produk Apple, buntut dari penolakan yang sama seperti sekarang ini dalam kasus penembakan di San Bernardino.