Find Us On Social Media :

Satya Nadella dan Keberanian Melakukan Refresh di Microsoft

By Administrator, Senin, 17 Februari 2020 | 15:35 WIB

Satya Nadella, CEO Microsoft, saat berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu

Perubahan Harus Dari Dalam

“Our industry does not respect tradition. What it respects is innovation.”

Sejak awal, Nadella menyadari transformasi akan berhasil jika berasal dari dalam. Dalam buku tersebut, Nadella menceritakan bagaimana di awal-awal kepemimpinannya ia banyak menghabiskan waktu untuk mendengar dan mendapatkan masukan. Selanjutnya, yang menjadi tantangan baginya adalah bagaimana menjadikan perubahan ini menjadi agenda setiap leader, bahkan setiap karyawan, bukan hanya “Satya things.”

Untuk melakukan perubahan di organisasi, hal pertama yang perlu diubah menurutnya adalah budaya. Ketika dinobatkan sebagai CEO pada bulan Februari 2014, Nadella mengatakan kepada seluruh karyawan Microsoft bahwa memperbarui budaya perusahaan akan menjadi prioritas utamanya. 

“Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya berkomitmen untuk tanpa ampun dalam menghilangkan halangan-halangan terhadap inovasi agar kita dapat kembali pada alasan mengapa kita dulu bergabung dengan perusahaan ini, yaitu membuat perbedaan di dunia,” tulis Satya Nadella dalam bukunya. 

Di periode awal kepemimpinannya, Nadella banyak menghabiskan waktu untuk mendengarkan. Ia mendapati sebagian besar karyawan Microsoft bergabung dengan membawa mimpi besar, tetapi kemudian kecewa karena menyadari yang sesungguhnya mereka kerjakan hanyalah menghadapi manajemen yang lebih tinggi, mengeksekusikan proses yang berat, dan cekcok dalam rapat. Yang paling menyedihkan adalah menemukan bahwa menurut banyak karyawan, Microsoft telah kehilangan jiwanya.

Temukan (Kembali) Jati Diri Perusahaan

Karena itulah dalam memperbarui budaya perusahaan, Microsoft juga perlu menemukan kembali jati dirinya. Nadella menulis bahwa Microsoft harus menemukan apa yang hanya Microsoft yang bisa kontribusikan ke dunia. Apa yang akan hilang di dunia ini bila Microsoft menghilang. Hal itu kemudian mengerucut pada Microsoft adalah perusahaan platform dan produktivitas untuk dunia mobile-first dan cloud-first

Kesadaran tentang bagaimana melakukan perubahan pada organisasi besar serta pemahaman tentang perkembangan industri saat ini sehingga tahu ke arah mana membawa perusahaan adalah dua kunci sukses dalam kisah transformasi Microsoft. 

Nadella paham tentang perubahan lanskap bisnis teknologi dengan hadirnya cloud serta consumerism IT yang menghadirkan kemampuan computing dalam saku para user awam. Namun tidak semua leader di Microsoft dapat berubah dengan serta merta. Terutama mereka yang bisa saja terancam posisi dan kekuasaannya dengan perubahan tersebut. Karena itulah penting bagi Nadella untuk membuat semua bagian di Microsoft untuk memiliki pemahaman yang sama, sehingga sama-sama mendukung dan mensukseskan transformasi tersebut. 

Seperti yang ditulis oleh Nadella, transformasi Microsoft tidak berhenti di sini, tetapi akan terus berjalan. Selain kinerja keuangan, Microsoft telah melakukan perubahan yang lebih fundamental. Seperti komentar Michael Cusumano, seorang profesor manajemen MIT, “Microsoft kembali menjadi tempat bekerja yang mengasyikkan.” Nadella telah membawa budaya dan antusiasme baru ke dalam Microsoft. 

Mengawali tahun 2020 ini, mungkin transformasi menjadi salah satu tema di korporasi Anda. Seperti halnya Microsoft, mungkin ini juga adalah saatnya Anda menekan tombol “Refresh”?

Penulis: Meisia Chandra, Head of Accounts & Consulting, Storm Benefits Indonesia.

Ingin menyumbangkan buah pikiran Anda ke InfoKomputer? Kirim artikel Anda ke redaksi@infokomputer.com.