Find Us On Social Media :

Rusia Dicurigai Kembangkan Senjata Siber untuk Serang Perangkat IoT

By Rafki Fachrizal, Senin, 30 Maret 2020 | 11:00 WIB

Ilustrasi Penjahat Siber

Beberapa waktu lalu, Forbes memberitakan adanya sekelompok peretas di Rusia yang berhasil mengambil dokumen terkait Program Fronton dari FSB, Lembaga Intelijen Rusia yang juga bergerak di wilayah siber.

Rencana program Fronton itu diyakini sebagai usaha Rusia mengembangkan senjata siber yang menyerang perangkat internet of things (IoT).

Pakar Keamanan Siber Pratama Persadha menjelaskan IoT diincar karena memang memiliki keamanan yang tidak sekuat pusat data maupun sistem komputer lainnya.

Jadi, IoT bisa dijadikan pintu masuk untuk membuat chaos (kekacauan) di wilayah siber.

“IoT memang banyak menjadi target serangan. Salah satunya memanfaatkan default password perangkat yang bisa dieksploitasi oleh para peretas. Selain itu IoT memang sedang naik daun. Xiaomi misalnya, telah menciptakan ekosistem IoT dengan harga terjangkau bagi para konsumennya,” terang Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.

Pratama menambahkan dalam era siber ini, negara-negara memang bersaing mengembangkan senjata siber.

Negara-negara menggunakannya sebagai alat tekan diplomasi bagi negara lain.

Dalam kasus Nopetya dan Wannacry, negara di Eropa Timur yang menjadi korban.

Banyak pihak menjelaskan bahwa itu sebagian senjata siber yang dikembangkan CIA dan NSA.

Akun twitter peretas @D1G1R3V membocorkan sejumlah data usaha Kremlin untuk mengumpulkan data lewat Program Fronton.

Tujuan utamanya bukan membuat pemilik device IoT tidak bisa memakai perangkatnya, namun mengirimkan botnet yang kemudian bisa menghimpun jutaan IoT untuk menyerang target tertentu, misalnya infrastruktur siber atau situs milik negara tertentu.

“Botnet bisa menghimpun kekuatan untuk menyerang bersama-sama. Pada tahun 2013, Indonesia dinobatkan sebagai sumber serangan siber terbanyak kedua di dunia. Artinya bukan di Indonesia banyak peretas, namun banyak perangkat komputer Indonesia yang disusupi malware dan botnet lalu menyerang sistem di negara lain, jadi komputer kita menjadi seperti zombie dikendalikan oleh orang lain,” terang Pratama.