Find Us On Social Media :

Menyingkap Upaya Startup Agar Bertahan dan Bangkit di Tengah COVID-19

By Rafki Fachrizal, Rabu, 15 April 2020 | 14:30 WIB

Ilustrasi Kantor Startup

Memasuki bulan keempat di tahun 2020, iklim bisnis di Tanah Air terlihat sedang lesu akibat dari pandemi COVID-19 yang tengah merebak saat ini.

Banyak sektor usaha yang terkena dampak dari pandemi ini, seperti industri manufaktur, industri retail, wisata, perhotelan, penerbangan, dan lainnya.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pun mengatakan bahwa dampak ekonomi yang berasal dari pandemi Virus COVID-19 lebih kompleks dibandingkan krisis yang pernah menimpa Indonesia pada tahun 1997-1998 dan 2008-2009.

Terkait dengan pandemi ini, tercatat saat ini sudah banyak perusahaan/organisasi dan startup yang memberlakukan peraturan WFH (work from home) agar para karyawannya terhindar dari penularan virus COVID-19.

Salah satunya adalah startup penyedia pekerjaan paruh waktu, Sampingan. Wisnu Nugrahadi selaku CEO Sampingan menjelaskan bahwa Sampingan sudah memberlakukan wfh sejak beberapa minggu lalu.

“Selain itu, kami juga sudah menerapkan protokol kebersihan bagi setiap orang, termasuk Kawan Sampingan (sebutan untuk mitra Sampingan),” kata Wisnu.  

Hal yang sama juga turut dilakukan oleh Ritase. Startup penyedia platform logistik ini memberlakukan wfh untuk 80% karyawan mereka dan sudah berjalan selama 3 minggu.

“Karyawan selebihnya, kami menggunakan sistem shifting agar kegiatan operasional tetap berjalan,” cetus Andrew Wong selaku VP of Finance Ritase.

Memang, secara tidak langsung pandemi ini turut membentuk kebiasaan baru bagi setiap orang. Tidak hanya kaum pekerja yang harus menrapkan wfh, tapi juga bagi masyarakat umum dengan pola konsumsi mereka.

Lantas, bagaimana agar bisnis tetap bertahan ditengah gempuran ketidakpastian seperti saat ini?

Perubahan yang terjadi memberikan efek yang besar terhadap konsumen dan produsen. Dampak-dampak tersebut tampak dari kebiasaan sehari-hari, di tempat kerja, dan penggunaan teknologi yang meningkat. 

Orang-orang yang awalnya kerap mengunjungi kafe, restoran, dan tempat-tempat perbelanjaan, kini lebih memilih untuk berbelanja, membeli makanan dan minuman via online (daring).