Pandemi virus corona tidak hanya mengganggu sektor bisnis dan ekonomi namun juga supply chain (rantai pasok) bisnis baik dalam skala global maupun nasional.
Berbagai komoditas mulai dari bahan pangan hingga non-pangan terhambat akibat dari imbauan social distancing dan kebijakan lockdown yang dilakukan beberapa negara di dunia.
Demikian juga dengan bisnis di Indonesia yang turut merasakan perlambatan rantai pasok seiring pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dimulai di wilayah DKI Jakarta sejak 10 April 2020 lalu.
Mereka (pelaku bisnis) dihadapkan dengan penurunan permintaan dan gangguan produksi lantaran mobilitas manusia yang terbatas, dan berakibat langsung terhadap meluncurnya daya beli masyarakat.
Boris Sanjaya selaku Chief Executive Officer Advotics mengatakan bahwa memastikan agar bisnis dapat bertahan hidup memang sangatlah penting.
“Namun lebih penting lagi adalah mengantisipasi agar kekagetan (gap) dapat diminimalisasi agar bisnis kita tidak malah “jungkir balik” pada masa post-pandemic,” ujarnya.
Ia melanjutkan, bahwa di masa sulit pandemi ini sebenarnya ada peluang bagi bisnis untuk merapikan dan menganalisa ulang sistem rantai pasok.
Pelaku bisnis bisa melakukan disrupsi yang diperlukan untuk membuat roda bisnisnya tetap stabil seperti pada masa sebelum pandemic.
Pelaku bisnis bisa melakukan efisiensi dengan memprioritaskan barang yang paling dibutuhkan konsumen dan tidak hanya bergantung pada data pemesanan distributor.
Kemudian, memastikan harga di ritel tetap wajar juga diperlukan mengingat daya beli masyarakat ikut menurun di tengah pandemi.
“Lakukan langkah-langkah kuratif seperti meningkatkan transparansi informasi dan data di seluruh rantai pasok, terutama pada tahapan distribusi yang mencakup area, produk, dan channel yang terkendala,” terang Boris.
“Selain itu, yang paling utama juga adalah soal transparansi data dan digitalisasi agar tidak hanya membantu pemantauan rantai pasok saja, namun juga menghemat biaya dengan memastikan jumlah produksi dan distribusi sejalan dengan permintaan,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa pelaku bisnis juga penting memerhatikan aspek konsumen/pelanggan sebagai mata rantai utama.
“Preferensi, hak eksklusif mereka saat membuat pilihan adalah kunci di masa pandemi ini,” cetus Boris.
Kemudian, bangun komunikasi dan kedekatan yang kuat dengan pelanggan juga penting, dengan mendengarkan apa yang menjadi kebutuhan mereka saat ini. Sehingga, mereka tetap memilih produk dan jasa yang dimiliki oleh si pelaku bisnis.
“Pada dasarnya, sistem rantai pasok yang ideal berjalan dua arah yaitu berangkat dari adanya kebutuhan konsumen/pelanggan, dan sampainya produk dan jasa ke tangan konsumen/pelanggan,” pungkas Boris.