Find Us On Social Media :

Cloud Adjacent Architecture Dekatkan Data dengan Layanan Cloud

By Liana Threestayanti, Jumat, 5 Juni 2020 | 14:00 WIB

Ilustrasi cloud computing.

mult

Oleh:  Han Chung Heng, Senior Vice President System, Oracle JAPAC dan EMEA 

Adopsi multi-cloud membawa tantangan baru bagi perusahaan, seperti kompleksitas dan risiko keamanan. Dibutuhkan aristektur yang dapat membawa infrastruktur on-premises lebih dekat ke cloud.

Data tumbuh sangat pesat bahkan tumbuh dengan kecepatan dan volume yang belum pernah terjadi sebelumnya. Faktanya, 90% dari data dunia saat ini berkembang pesat dalam dua tahun terakhir hasilnya sangat mengejutkan.

Dipandang sebagai “the new oil”, organisasi kian bergantung pada data dan mulai memahami pentingnya pemanfaatan data, bagaimana data membantu mereka beroperasi dengan cara berbeda, menciptakan model bisnis yang berbeda, dan bersiap untuk menjadi bagian dari revolusi industri keempat.

Namun, mungkin sulit bagi perusahaan untuk mengakses semua data yang mereka miliki dan mengumpulkannya. Biasanya kebanyakan perusahaan menempatkan data secara terpisah, di lingkungan on-premise dan juga pada cloud yang berbeda.

Sebuah penelitian Forrester baru-baru ini menunjukkan bahwa 73% organisasi mengoperasikan strategi data yang berbeda dan kebanyakan memiliki data berupa silo dan 64% masih menghadapi tantangan menjalankan infrastruktur multi-hybrid. Tidak heran 70% organisasi menganggap perlunya menyederhanakan proses mereka sebagai prioritas bisnis yang tinggi atau kritis.

Strategi Multi-Cloud

Ketika organisasi berusaha untuk mencegah penggunaan sistem data silo ini dan menyederhanakan bisnis, mereka sering beralih ke public cloud untuk mendukung bisnis mereka. Public cloud hadir dengan berbagai keunggulan, seperti ketangkasan yang dapat ditingkatkan, kecepatan merespon permintaan pasar, akselerasi inovasi, skalabilitas yang elastis, optimalisasi biaya, peningkatan produktivitas, dan pengambilan keputusan berbasis data.

Namun, cloud masih dalam masa-masa pertumbuhan awal khususnya di Indonesia. Para analis memperkirakan bahwa penetrasi cloud saat ini masih kurang dari 20% dan sebagian besar digunakan untuk pekerjaan kantor yang sifatnya tidak kritis. Hal ini terjadi misalnya karena tidak ada dua organisasi yang memiliki kebutuhan infrastruktur yang sama sehingga teknologi yang sifatnya sangat umum atau memiliki kesamaan teknologi yang sama menjadi tidak cocok. Namun telah disepakati bahwa pengunaan teknologi yang tepat sangatlah penting untuk kinerja yang sifatnya kritikal misalnya seperti penyimpanan data.

Oleh karena itu, banyak CIO bermimpi memiliki standarisasi infrastruktur dan terpadu walaupun berasal dari satu atau dua vendor. Namun kenyataannya, infrastruktur perusahaan sering kali memiliki elemen yang berbeda dari aplikasi utama yang diperlukan, termasuk data yang mereka jalankan akan terbagi antara public cloud, teknologi legacy di lingkungan on-premises dan private cloud. Menurut survei Gartner baru-baru ini, 81% pengguna public cloud melanggan kepada beberapa penyedia layanan cloud dan menjalankan strategi hybrid atau multi-cloud atau campuran keduanya.

Perbandingan Hybrid Cloud dan Multi Cloud

Hybrid cloud yang kian dikenal oleh banyak perusahaan adalah kombinasi antara private dan public cloud.  Saat beroperasi secara independen, kedua teknologi akan berkomunikasi melalui koneksi yang terenkripsi, baik melalui internet atau melalui tautan khusus pribadi.