Pandemi memang bukan situasi yang kondusif bagi banyak pihak. Namun bagi yang jeli, situasi ini justru bisa mengubah tantangan jadi peluang, termasuk peluang mengakselerasi transformasi digital.
Sebuah meme yang cukup menggelitik bagi jajaran C-level sempat beredar di dunia maya baru-baru ini. “Siapakah yang memimpin transformasi digital di perusahaan Anda? Ada tiga pilihan: 1. CEO 2. CTO 3. Covid-19. Yang mana yang Anda pilih?”
Wabah COVID-19 tak pelak adalah sebuah tragedi, yang bahkan diprediksi akan berdampak panjang terhadap perekonomian global. Namun di sisi lain, pandemi ini juga secara gamblang memperlihatkan nilai-nilai lebih dari sebuah bisnis yang beroperasi secara digital. Nilai-nilai yang dalam situasi normal agak sulit dibuktikan tim TI di hadapan jajaran top management perusahaan.
Tak hanya pembuktian, pandemi COVID-19 pun pada gilirannya mendorong banyak perusahaan untuk mengakselerasi transformasi dan inovasi digital. Hal ini menjadi salah satu topik yang didiskusikan para pemimpin TI dari berbagai industri yang berkumpul di ajang InfoKomputer CIO Forum 2020 baru-baru ini.
Bagi Iwan Djuniardi, Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi, Direktorat Jendral Pajak, COVID-19 ibarat sebuah “anugerah” karena dengan adanya peristiwa ini, Ditjen Pajak dapat mempercepat proses digitalisasi. ”Bagaimanan transformasi yang tadinya sudah kami canangkan untuk lima sampai enam tahun, kami bisa percepat jadi dua sampai tiga tahun. Dan ada beberapa program yang harusnya (dimulai) tahun depan, kami sekarang,” paparnya.
Agustina TP Siahaan, IT Head, SOHO Global Health, juga melihat adanya akselerasi transformasi digital karena adanya perubahan mindset di benak para pemimpin perusahaan. “Yang tadinya dianggap ‘nice to have’, masih dianggap complementary, atau belum terlalu penting, sekarang ini harus jadi mandatory, terutama dalam hal bagaimana agar business key initiatives harus tetap jalan,” ujar Agustina. Menurutnya COVID-19 adalah “blessing in disguise” bagi tim TI maupun bisnis agar bisa berlari lebih cepat dari sebelumnya.
Belajar dari Microsoft dan DANA
Berbicara tentang akselerasi transformasi digital, tak ada salahnya jika kita berkaca pada pengalaman Microsoft, sebuah perusahaan teknologi yang usianya hampir mencapai lima dekade. Disrupsi digital membawa Microsoft pada transformasi digital yang sepenuhnya mengubah “wajah” perusahaan yang didirikan oleh Bill Gates ini.
Kalau dulu Microsoft ingin hadir di tiap komputer PC, tiap meja kerja, dan tiap rumah. Kini Microsoft membawa visi baru: to empower every person and every organization in the planet to achieve more. Model bisnisnya pun kini sudah beralih ke model berlangganan dan konsumsi.
“Digital transformation is indeed a journey. Mungkin journey-nya akan berbeda-beda untuk tiap industri. Namun kalau dari pengalaman Microsoft, untuk ‘unlock our potential, unlock our value, ada empat hal yang perlu diperhatikan, yaitu visi, budaya, potensi unik, dan kapabilitas perusahaan,” jelas Vony Tjiu, Small Medium and Corporate Lead, Microsoft Indonesia.
Cara perusahaan digital native beroperasi pun dapat menjadi inspirasi dalam mengakselerasi transformasi digital. Sebagai perusahaan yang lahir di era digital, perusahaan-perusahaan, seperti DANA, umumnya sudah terbiasa perubahan-perubahan cepat yang terjadi di pasar.
“Pelajaran kami di dunia digital adalah hampir tidak pernah terjadi ide awal menjadi produk jadinya. Karena sepanjang perjalanan (produk itu) ada hal baru, dihadapkan pada realita dan data yang kita dapat dari market. Akhirnya kita bisa learned bahwa hipotesis awal yang kita punya itu bukan berarti hal yang mungkin benar dan mutlak,” terang Norman Sasono (Chief Technology Officer, DANA). Menurutnya, proses iterasi dalam pengembangan produk menjadi hal yang penting di lingkungan bisnis digital.
Baca juga: Tantangan dan Solusi Bisnis Perusahaan Hadapi Pandemi Corona
Ketika Anggaran Ganjal Percepatan
Melambatnya ekonomi di masa pandemi dapat berujung pada pemangkasan anggaran TI. Hal ini tentu berpotensi mengganggu akselerasi transformasi digital yang sedang dilakukan perusahaan. Bagaimana para pemimpin TI menyiasatinya?
“Budget berkurang bukan berarti inovasi berkurang, justru seharusnya jadi peluang,” ujar Iwan Djuniardi. Salah satu cara yang disarankan Iwan agar perusahaan bisa terus mengakselerasi transformasi dan berinovasi adalah dengan kolaborasi.
“Kalau kita bicara kolaborasi, kita bicara benefit, dan tidak semua harus dihandle sendiri oleh kita,” jelasnya. Salah satu inisiatif Ditjen Pajak yang dilakukan dengan kolaborasi bersama mitra adalah mengadakan pelayanan pajak di pihak ketiga, misalnya perbankan. Menurut Iwan, dengan kolaborasi ini, masyarakat memperoleh pelayanan yang bagus tapi tanpa menambah anggaran TI di sisi Ditjen Pajak.
“Pandemi ini melahirkan banyak problem dan problem itu sebenarnya adalah inovasi yang try to reveal themselves. Jadi ketika ada problem kita bisa muncul dengan sebuah solusi untuk menyelesaikan problem itu, kita membuat inovasi,” ujar Norman Sasono.
Bagi platform company seperti DANA, kolaborasi tentu hal yang utama karena DANA harus dapat menghubungkan banyak pihak, konsumen, merchant, dan pihak ketiga, seperti perbankan. “Semakin banyak consumer, merchant dan bank semakin senang, dan makin banyak merchant , consumer juga tentu makin senang. Dan kita bersama-sama create value di platform tersebut,” imbuhnya.
Pandemi tentu bukan situasi yang kondusif bagi banyak perusahaan. Namun dengan strategi yang tepat, situasi yang menghadirkan aneka tantangan itu justru bisa berbalik mendatangkan berbagai peluang. “Ini saatnya kita berkolaboasi, tidak ada alasan untuk jalan sendiri-sendir. Ini saatnya bekerja sama dengan eksosistem untuk menjawab masalah bersama,” ujar Wisnu Nugroho, Managing Editor InfoKomputer.