Sejak Maret lalu banyak perusahaan menerapkan skema work from home (WFH) demi mengantisipasi penularan Covid-19 yang lebih rentan terjadi melalui interaksi fisik.
Beruntung, saat ini infrastruktur digital di Indonesia sudah cukup baik, terutama di kota besar. Selain itu, pemanfaatan aplikasi meeting dan koordinasi kerja daring pun sudah jamak di banyak perusahaan. Meski tidak bertemu langsung, pekerjaan tetap terselesaikan dengan baik.
Mempertimbangkan efektivitas WFH dan kenyataan bahwa pandemi belum selesai, diprediksi skema kerja ini akan terus diterapkan.
Beberapa perusahaan di dunia, misalnya Twitter, Facebook, dan sebagian besar perusahaan di Silicon Valley sudah mendeklarasikan untuk mempermanenkan penerapan skema WFH.
Baca Juga: Dengan 3Agent, 3 Indonesia Bantu Pelanggan dapat Pemasukan Tambahan
Sebuah studi yang dipublikasikan Harvard Business Review bahkan memprediksi bahwa tren WFH di dunia akan berkembang menjadi work from everywhere (WFE). Banyak karyawan akan memilih bekerja dari mana saja, asalkan tempat tersebut memiliki koneksi internet memadai.
Skema ini akan diminati karyawan mengingat mereka dapat menekan pengeluaran berupa sewa tempat tinggal di dekat kantor, biaya transportasi, dan memiliki waktu lebih fleksibel untuk bekerja. Bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan di Indonesia menerapkan skema tersebut.
Namun, berkembangnya WFE ini bukan tanpa risiko. Tantangan berupa serangan siber di segi keamanan infrastruktur data menanti perusahaan dan karyawan di era WFE.
Pasalnya, karyawan tidak lagi menggunakan jaringan privat dalam kantor untuk mengakses data sensitif. Mereka akan lebih banyak menggunakan jaringan bersama, misalnya melalui wifi publik atau laptop bersama.
Baca Juga: LINE Hadirkan OA Call yang Mudahkan Terkoneksi dengan Konsumen
Selain itu, infrastruktur teknologi informasi (TI) yang dikustomisasi agar mampu diakses jarak jauh, secara tidak langsung menjadi sasaran empuk bagi para hacker.
Risiko peretasan akan lebih besar jika sistem kemanan data siber (cyber security) yang dimiliki perusahaan masih bersifat sederhana dan belum memiliki sistem proteksi serta pencegahan yang mumpuni.