Pandemi Covid-19 membuat hampir seluruh perusahaan di dunia menerapkan skema work from home (WFH) bagi karyawannya. Seiring dengan maraknya penerapan skema kerja tersebut tren penggunaan cloud computing pun turut merangkak naik.
Akses data yang fleksibel menjadi suatu kebutuhan baru bagi para perusahaan. Survei yang dilakukan Boston Consulting Group menyebut, konsumsi cloud di perusahaan Asia Pasifik meningkat sebesar 25 persen di 2020 dan diprediksi akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.
Selain karena menjawab kebutuhan akses data yang fleksibel, cloud computing mendorong efisiensi biaya. Dengan mengadaptasi cloud computing biaya operasional dan pengadaan perangkat dapat ditekan.
Bagi para pemain TI, adaptasi cloud juga dianggap bermanfaat untuk menekan biaya operasional dan pengadaan perangkat, mengingat proses bisnis masih belum bisa berjalan seperti dahulu kala. Maka diperlukan penghematan biaya agar roda perusahaan tetap berputar.
Baca Juga: Adopsi Solusi Nokia, 3 Indonesia Tingkatkan User Experience, Kurangi Emisi CO2
Meskipun menjadi tren, masih banyak perusahaan yang bimbang untuk bermigrasi digital, terutama perusahaan yang bergerak di sektor konvensional. Migrasi masih belum menjadi urgensi.
Selain itu, masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan tersebut dalam bermigrasi ke cloud.
Dikutip dari berbagai sumber, berikut merupakan tantangan yang kerap dirasakan oleh perusahaan konvensional ketika ingin bermigrasi.
1. Kurangnya keahlian dan pengetahuan teknis
Banyak pemilik bisnis yang belum memahami manfaat yang akan didapatkan melalui migrasi cloud. Beberapa perusahaan konvensional bahan masih merasa kesulitan untuk membayangkan migrasi sistem yang ada ke cloud.
Baca Juga: Berapa Biaya Rakit Komputer iMac 27 Inci dengan Spek Paling Gahar?
Tak hanya itu, kurangnya keahlian juga berisisko menimbulkan kesalahpahaman tentang kegunaan cloud secara spesifik. Ada kesulitan untuk memilih jenis cloud—public, private, atau hybrid—yang sesuai dengan model bisnis.