Penulis: Pat Phelan (Vice President, Penelitian Pasar, Rimini Street) dan Renee Wells (Vice President, Strategi Produk, Rimini Street).
Shift Left adalah praktik yang berasal dari software delivery, atau proses pengiriman produk software (perangkat lunak) ke pengguna.
Dalam model pengembangan perangkat lunak tradisional, kebutuhan biasanya ditempatkan di sebelah kiri rencana pengembangan (dilakukan lebih awal), sedangkan persyaratan pengiriman/pengujian ditempatkan di sebelah kanan (dilakukan belakangan).
Dalam strategi Shift Left, aktivitas penting dalam siklus pengembangan produk, proses, dan lain-lainnya. dipindahkan ke sebelah kiri (dilakukan sesegera mungkin) dengan tujuan meningkatkan kualitas dan menekan biaya.
Shift Left berupaya mengoptimalkan pengalaman pelanggan melalui efisiensi dan kecepatan teknologi yang dipadukan dengan kecerdasan keahlian manusia serta kehangatan dan personalisasi layanan pelanggan yang unggul dalam mengatasi masalah atau menyelesaikan tugas dengan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi.
Pendekatan yang bersifat transformasional ini membantu penyedia layanan dukungan teknologi memenuhi permintaan baru pelanggan dengan lebih baik.
Salah satu tujuan penerapan Shift Left adalah mendobrak sekat-sekat dalam organisasi, sehingga penyedia layanan dan pelanggan dapat bekerja sama menciptakan nilai tambah.
Pendekatan Shift Left dapat berfokus pada teknologi, manusia, atau kombinasi keduanya.
Baca Juga: Serangan DNS Mengancam Industri Manufaktur dan Supply Chain Global
Cara Shift Left Membantu Meningkatkan Layanan Dukungan Teknologi
Dengan mempertimbangkan tujuan penyedia layanan memberikan layanan dukungan teknologi serta tujuan pelanggan menerima layanan tersebut, penerapan strategi Shift Left memberikan beberapa manfaat berikut bagi kedua belah pihak:
- Akses pelanggan terhadap pengetahuan dan keahlian semakin mudah: Untuk masalah yang kerap dihadapi banyak pelanggan namun memiliki solusi yang umumnya jelas, automasi strategi Shift Left melalui layanan swalayan menjadi lebih unggul ketika akses informasi yang dibutuhkan pelanggan ditujukan hanya untuk dirinya sendiri. Pendekatan ini memberikan akses ke solusi permasalahan dengan lebih cepat, menghemat waktu dan tenaga, mengurangi waktu downtime, dan mengalihkan waktu kerja untuk menangani masalah atau inisiatif lain.
- Peningkatan pengalaman pelanggan/layanan pelanggan yang lebih baik: Dengan strategi Shift Left yang didukung teknologi, akses yang mudah akan memberikan pelanggan kepuasan yang lebih tinggi. Sementara dengan strategi Shift Left bertenaga manusia atau perpaduan manusia dan teknologi, para ahli di garda depan dapat memberikan personalisasi dan layanan ekstra sesuai tuntutan pelanggan yang fasih digital.
- Biaya layanan lebih rendah berkat automasi: Penggunaan teknologi secara strategis—seperti swalayan yang didukung Kecerdasan Buatan atau pemanfaatan Kecerdasan Buatan sebagai alat yang membantu para teknisi meningkatkan kualitas, efisiensi, dan keterskalaan kerja—dapat menghemat biaya layanan bagi penyedia layanan, yang pada gilirannya akan menghasilkan penghematan biaya dukungan bagi pelanggan. Catatan: hati-hati, jangan sampai berlebihan mengandalkan teknologi hingga mengorbankan pengalaman layanan pelanggan.
- Layanan pelanggan sebagai pembeda: Meskipun layanan dapat diberikan melalui teknologi, ekspektasi pelanggan terhadap layanan sudah cukup untuk mendorong penerapan strategi Shift Left bertenaga manusia. Kadang-kadang teknologi saja memang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Bilamana diperlukan lebih banyak keterlibatan manusia, atau pengalaman manusia merupakan faktor penentu, personalisasi strategi Shift Left dapat menjadi daya saing tersendiri.
Dampak Shift Left pada Model Layanan Dukungan Teknologi
Selain mendekatkan layanan kepada pelanggan, strategi Shift Left memberikan akses kepada pihak yang lebih tepat, menghadirkan model layanan yang lebih baik, serta memberikan hasil yang lebih bermutu. Untuk mencapainya, diperlukan penerapan strategi baru.
Dalam model layanan dukungan teknologi tradisional, para ahli sering kali menerapkan trial and error, atau setidaknya sedikit analisis, untuk mengidentifikasi dan memperbaiki akar permasalahan.
Langkah ini biasanya dilakukan “di balik layar” sebelum solusi atau layanan diberikan. Saat tidak ada lagi penghalang antara ahli layanan dan pelanggan, aktivitas penyelesaian/pemecahan masalah menjadi transparan.
Dalam model Shift Left, para ahli tidak semata fokus pada menuntaskan kasus, tetapi juga memecahkan masalah. Idealnya, jumlah kasus akan turun jika akar masalah dapat dikenali dan ditangani. Pola pikir ini, yaitu bahwa penanganan akar masalah diperlukan sebagai solusi jangka panjang, sebaiknya juga dimiliki oleh pengguna akhir.
Edukasi dan pemantapan mungkin dibutuhkan untuk memastikan bahwa penyedia layanan sekaligus pelanggan dapat menyesuaikan diri dengan model baru ini.
Para penyedia layanan TI akan lebih sukses jika berhasil menemukan keseimbangan antara pemanfaatan investasi digital (seperti model swalayan berpendukung Kecerdasan Buatan) yang menempatkan akses informasi di ujung jari pelanggan dan pemberian bantuan yang dipersonalisasi dari para ahli yang cakap dan mumpuni.
Baca Juga: Studi Telkomtelstra: Pandemi, 93% Korporasi Ubah Prioritas TI