Berdasarkan survei IDC dan Gartner, ada lebih dari 500 juta aplikasi yang diprediksi sudah dan akan diproduksi oleh perusahaan/organisasi dari tahun 2018 hingga 2023.
Sementara itu, terdapat kurang lebih dari 90% aplikasi yang diproduksi perusahaan menggunakan public cloud services.
Survei juga mengungkapkan bahwa diprediksi 75% adopsi multi cloud atau hybrid cloud akan dilakukan oleh para perusahaan skala menengah di tahun 2021.
“Artinya, adopsi multi cloud atau hybrid cloud ini memang akan mendominasi,” kata Khairul Habib (Developer Advocate, IBM Indonesia) dalam webinar InfoKomputer Leap Ahead bertajuk “Building Digital Resilience with Cloud” yang digelar hari ini (27/8).
Dan pada tahun 2023, survei turut mengungkapkan jika pembelanjaan untuk ICT akan tumbuh sekitar 50%, dari saat ini yang hanya sekitar 30%.
“Jadi, akan ada kebutuhan pembelanjaan ICT untuk kebutuhan transformasi digital,” cetus Khairul.
Tantangan Memanfaatkan Potensi Cloud
Berbicara mengenai cloud, Khairul dalam pemaparannya menyatakan bahwa saat ini sudah banyak perusahaan di tanah air yang telah mengadopsi teknologi cloud untuk mendukung transformasi digital perusahaan.
Namun, diketahui dari 80% perusahaan yang sudah mengadopsi cloud, baru hanya ada 20% yang kemungkinan sudah melakukan optimasi atau mencapai potensial dari aplikasi yang telah ditaruh di cloud.
“20% itu angka yang masih sedikit, dan kita masih ada PR yang kita harus lakukan. Intinya, bagaimana aplikasi yang kita buat itu semakin menguntungkan ketika berada di cloud,” ujar Khairul.
Dilanjutkan Khairul, pihaknya menilai bahwa sebenarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan yang belum mencapai potensial dari aplikasi yang taruh di lingkungan cloud.
“Pertama, diprediksi aplikasi-aplikasi mereka (perusahaan) belum mau dipindahkan ke cloud. Seperti aplikasi critical misalnya. Biasa alasannya karena belum familiar atau belum punya talenta untuk memindahkan aplikasi ke cloud. Sehingga, yang ada cloud itu hanya dipakai untuk menaruh aplikasi less critical atau aplikasi yang beresiko rendah jika terjadi kegagalan di cloud,” papar Khairul.
Kemudian, masih banyak perusahaan yang belum memahami bagaimana cara menakar antara aplikasi yang akan dimigrasi ke cloud dengan keuntungan bisnisnya.
“Mungkin juga mereka kurang percaya ada partner atau sistem yang bagus yang cukup relavan untuk memindahkan semua 100% aplikasinya ke cloud,” ujar Khairul.
Selain dua faktor sebelumnya, kemungkinan faktor lain menurutnya adalah terkait regulatory atau compliance beberapa aplikasi atau domain yang diatur sedemikian ketat. Sehingga perusahaan mewajibkan hal seperti data-data harus berada atau disimpan di dalam negeri.
“Faktor lainnya, kemungkinan aplikasi atau sistem mereka (perusahaan) saat ini masih berupa silo-silo, bukan berupa kesatuan data yang kita bisa kombinasikan dan integrasi dan manfaatkan untuk kebutuhan analisa,” imbuh Khairul.
Lima Prinsip dari Layanan Cloud yang Baik
Menurut IBM, ada lima prinsip dari layanan cloud yang baik atau bagus. Pertama cloud itu harus bisa mengadopsi hybrid cloud.
Untuk diketahui, ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dari public cloud. Hal itu dapat diseimbangkan dengan private cloud dan itulah pentingnya mengadopsi cloud yang bersifat hybrid.
“Jadi, public cloud yang baik yang bisa secara seemless menghubungkan public cloud dan private cloud dari suatu perusahaan,” ucap Khairul.
Kedua adalah kemampuan multi cloud. Dengan kemampuan tersebut, perusahaan bisa menyatukan atau mensinergikan semua cloud berbeda dari setiap vendor yang digunakannya dengan mudah.
Ketiga, yaitu open. “Karena kita berada di dunia open source di mana lingkungan bersifat cepat dan fleksibiltas secara deployment, development, bisnis dan lainnya, open ini akan memungkinkan kita untuk memindahkan aplikasi dari satu cloud ke cloud lain dengan praktis,” tutur Khairul.
Keempat adalah secure. Seperti diketahui, security atau keamanan menjadi hal yang paling utama bagi sebuah perusahaan yang melangkah ke cloud. Pasalnya, banyak perusahaan yang cukup khawatir dan berpikir bagaimana data mereka selalu aman, tidak bisa diambil siapapun, termasuk cloud provider itu sendiri.
Terakhir, management. ”Di cloud, kita harus punya kesamaan untuk mendukung semua log in, dashboard dan lainnya. Jadi semuanya terasa seperti berada di satu entitas yang sama. Walaupun kita mempunyai beberapa cloud yang berbeda,” kata Khairul.
Kembali dijelaskan Khairul, IBM sendiri menyediakan solusi cloud yang lengkap yang dapat mendukung perjalanan transformasi digital perusahaan di tanah air.
“IBM punya solusi seperti Open Innovation, Kubernetes, OpenShift, yang di mana sudah tingkat enterprise. Kita punya security yang bagus. Kita punya solusi komplet untuk cloud sebagai enabler para perusahaan yang akan menjalankan transformasi digital,” pungkas Khairul.