Menetapkan pedoman yang ketat tentang kecurangan dan plagiarisme dapat membentuk pola pikir siswa dan menciptakan budaya integritas.
Plagiarisme bukan hanya masalah di kelas. Ini semakin menjadi topik utama dalam siklus berita. Di Indonesia ada berita tentang seorang Guru Besar dari salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka di Jawa Barat yang rutin menyumbangkan artikel-artikelnya ke media berbahasa Inggris terbaik di Indonesia.
Dan ternyata, artikel tersebut merupakan hasil copy paste dari artikel yang ditulis oleh Richard A. Bitzinger dengan judul asli yaitu “Defense Transformation and The Asia Pacific: Implication for Regional Millitaries.”
Perusahaan teknologi untuk integritas akademik yang berbasis di Amerika Serikat, Turnitin, menaruh perhatian yang cukup serius terhadap permasalahan ini.
Menurut Head of Business Partnerships Turnitin di kawasan Asia Tenggara, Jack Brazel, budaya copy paste ini sering kali membuat para guru frustasi. Banyak kasus tentang plagiarisme yang tampak dapat diterima dan memberi kesan bahwa plagiarisme merupakan hal biasa dan masalah kecil.
“Berbicara tentang plagiarisme kepada siswa ketika mereka secara rutin melihat banyak contoh plagiarisme tanpa konsekuensi serius, rasanya seperti kalah perang, Betapapun frustrasinya kondisi ini, berita tentang plagiarisme masih merupakan topik hangat untuk didiskusikan. Hal ini sangat berguna dalam mengangkat masalah plagiarisme lebih nyata bagi siswa dan dapat memulai dialog yang bagus tentang mengapa hal itu salah. Kuncinya adalah bagaimana cara penyampaiannya,” jelasnya.
Bagaimana Plagiarisme Ditemukan?
Plagiarisme pada akhirnya akan terdeteksi meskipun seringkali butuh waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan puluhan tahun kemudian sehingga pada akhirnya penyalinannya akan terbongkar.
Brazel mengatakan sejarah dunia pendidikan dipenuhi dengan banyaknya contoh plagiarisme yang terbongkar sehingga berakibat pada pencabutan gelar, serta dalam banyak kasus yaitu kehilangan pekerjaan.
“Dalam kasus yang lebih buruk, jika merupakan pelanggaran hak cipta, maka hal tersebut sudah terkategori sebagai tindakan kriminal, yang dapat dihukum penjara dan denda berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” imbuhnya.
Baca Juga: Automasi Cerdas Lampaui Ekspektasi, Bantu Orbitkan Perjalanan Hiperautomasi Perusahaan
Edukasi Tentang Plagiarisme
Menurut Brazel, edukasi dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang suatu kasus nyata plagiarsime seperti, “Apakah ini contoh plagiarisme? “Mengapa atau mengapa tidak?" dan "Seberapa besar kemungkinan kemiripan ini adalah kebetulan?” Membuat siswa dapat menyelidiki kasus dugaan plagiarisme sehingga berguna dalam membantu mereka memikirkan masalah tersebut secara mendalam.