Find Us On Social Media :

Cegah Kerugian Waktu dan Materi, Perusahaan Manufaktur Bisa Manfaatkan Teknologi Ini

By Fathia Yasmine, Jumat, 6 November 2020 | 14:50 WIB

Ilustrasi suasana produksi

Memasuki era revolusi industri 4.0, transformasi digital semakin gencar dilakukan oleh pelaku bisnis. Berbagai inovasi teknologi digital pun diterapkan di dalam kegiatan usaha.

Big data, artificial intelligence (AI), serta Internet of Things (IoT) dimanfaatkan untuk membantu kegiatan usaha, menganalisis kondisi pasar, hingga memprediksi masa depan.

Survei McKinsey bertajuk Industry 4.0: Reinvigorating ASEAN Manufacturing for the Future, sekitar 93 persen responden yang adalah pelaku usaha beranggapan, teknologi seputar industri 4.0 akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibanding risiko yang muncul.

Namun, tidak banyak yang tahu bahwa pemanfaatan teknologi digital, terutama AI, tidak hanya bermanfaat bagi pelaku industri di sektor jasa. Perusahaan manufaktur juga dapat meraih manfaat dalam hal predictive maintenance.

Baca Juga: Xiaomi Luncurkan 2 TWS dan Air Purifier di Indonesia, Harganya?

Tak jarang, prediksi kondisi mesin serta peramalan kerusakan hanya didasarkan pada waktu kerja serta aktivitas mesin.

Tanpa adanya penerapan AI dan IoT dari hulu ke hilir, kinerja mesin dan risiko kerusakan hanya dapat diprediksi berdasarkan waktu pemakaian serta beban aktivitas mesin. Sementara, di samping itu ada sejumlah faktor X lain seperti pola penggunaan, tindakan operator, hingga pengaruh lingkungan.

Pola pemakaian dan prediksi risiko rusak yang dipetakan secara manual ini membuat langkah antisipasi menyiasati kerusakan mesin sulit dibuat. Penjadwalan maintenance dan perbaikan pun semakin tidak efisien.

Alhasil, perusahaan rugi waktu dan materi bahkan yang terburuk dapat berdampak pada keselamatan pekerja dan lingkungan serta menghancurkan reputasi perusahaan. 

Baca Juga: Honor Band 6 Resmi Meluncur, Smartband Full-Screen Pertama di Dunia

Laman International Society of Automation menyebut, pabrik konvensional kerap kehilangan 5-20 persen hasil produksi dari total kapasitas akibat kerusakan mesin.

Belum lagi dengan tidak maksimalnya kinerja para operator akibat adanya waktu tunggu dan proses reparasi. Cadangan spare part yang dibutuhkan untuk perbaikan pun tidak tersedia saat mesin rusak.