Find Us On Social Media :

Begini Teknologi Analytics SAS Bantu Pengidap PPOK Hadapi Pandemi

By Liana Threestayanti, Jumat, 5 Februari 2021 | 22:15 WIB

Ilustrasi

Sebuah organisasi kesehatan memanfaatkan data dan analitik untuk membantu penderita penyakit paru-paru kronis menghadapi pandemi

Lebih dari 320 juta orang di seluruh dunia mengidap Paru-Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), suatu kondisi yang menyebabkan masalah dada dan pernapasan yang parah. Bahkan PPOK menjadi salah satu dari sepuluh besar penyakit paling berbahaya di dunia. Penyakit paru-paru ini menempati urutan ketiga setelah penyakit jantung iskemik dan stroke. 

Ketika pandemi virus korona merebak dengan cepat,  COPD Foundation memanfaatkan data dan teknologi analytics SAS untuk mengukur dampak pandemi terhadap kelompok yang rentan terhadap COVID-19 ini dan mengembangkan program serta sumber daya yang kritis bagi pengidap PPOK. 

Kesulitan Tangani Data Tak Terstruktur

Organisasi nirlaba yang memiliki misi mendorong inovasi agar pengobatan penyakit bisa lebih efektif dan terjangkau ini menerapkan teknologi advanced analytics SAS yang juga melibatkan NLP dan machine learning terhadap data hasil survei komunitas PPOK. 

“Dengan menggunakan SAS untuk menyaring data berupa teks dalam jumlah besar dan menganalisis sentimen, kami bisa cepat mengarahkan fokus dan berkonsentrasi pada topik yang relevan dengan komunitas kami serta memberikan jawaban dan dukungan secara real time,” kata Ruth Tal-Singer, President and Chief Scientific Officer dari COPD. 

Pada awal pandemi, bersama pemerintah, institusi kesehatan, dan perusahaan, COPD Foundation meluncurkan serangkaian survei global kepada lebih dari 47.000 anggotanya. Tujuan survei ini adalah memperoleh perspektif langsung dari komunitas PPOK tentang kekhawatiran dan kebutuhan umum, serta kasus khusus COVID-19 (tes dan diagnosis, gejala, rawat inap, obat-obatan, dan lainnya). 

Organisasi ini menerima banyak insight dari para anggotanya melalui tiga survei khusus tentang COVID-19. Respons peserta survei yang berupa data tidak terstruktur menyulitkan para peneliti dalam  menganalisis dan menyimpulkan temuannya.

 “Anda dapat mengumpulkan data seharian, tujuh hari seminggu, namun Anda tidak dapat memperoleh banyak manfaat darinya kecuali kalau Anda bisa menganalisisnya dengan tepat. Kami perlu bermitra dengan pihak yang lebih ahli untuk membantu kami mengumpulkan dan menganalisis semua data yang masuk sehingga kami dapat memahami dan merespon data,” jelas Vincent Malanga, CIO, COPD Foundation. 

Percepat Inovasi

Memanfaatkan teknologi SAS Viya dalam analisis visual dan analisis sentimen teks, organisasi dapat mengeksplorasi data tidak terstruktur dalam jumlah besar dengan cepat, mengidentifikasi pola dan tren, dan membuat laporan. 

Ada beberapa manfaat yang dirasakan COPD Foundation dari solusi analytics: