Meski di tengah pandemi, semakin banyak pengguna internet di kawasan Asia Pasifik (APAC) mengalami interaksi online yang positif. Berdasarkan studi Microsoft, skor keadaban daring (digital civility) di kawasan ini mengalami peningkatan. Namun Indonesia berada di peringkat 29 dari 32 wilayah.
Studi berjudul “Civility, Safety, and Interactions Online – 2020” - bersama dengan temuan dari Digital Civility Index (DCI) 2020 menyebutkan bahwa civility (keadaban) digital di APAC pada tahun 2020 memperoleh skor 66. Nilai tersebut meningkat jika, dibandingkan dengan skor tahun sebelumnya sebesar 68. DCI global juga meningkat menjadi 67 dari skor kurang baik sepanjang masa tahun 2019. Fakta ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang mengalami interaksi online yang positif.
Dua wilayah Asia Pasifik, Singapura dan Taiwan, menduduki posisi lima besar dunia dengan skor DCI tertinggi, masing-masing menempati posisi keempat dan kelima. Sebaliknya, pasar lain dilaporkan mengalami pengalaman online yang lebih negatif. Indonesia berada di peringkat 29 dari 32 wilayah dan Malaysia dilaporkan memiliki DCI yang paling kurang baik selama lima tahun terakhir. Vietnam mengalami peningkatan terbaik di kawasan ini, dengan peningkatan persentase enam poin menjadi 72 pada indeks.
“Studi tahunan Microsoft tentang keadaban digital sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong interaksi online yang positif. Masyarakat kita mengandalkan dan merangkul teknologi digital lebih dari sebelumnya di tengah COVID-19, dan internet yang lebih aman akan meningkatkan pengalaman dan membentuk kesejahteraan komunitas kita,” kata Liz Thomas, Regional Digital Safety Lead, Asia-Pasifik, Microsoft.
Liz mengatakan, Safer Internet Day mengingatkan peran pemerintah, organisasi, maupun individu dalam membantu menjadikan internet sebagai tempat yang lebih baik untuk bekerja dan bermain.
Remaja Dorong Peningkatan Positif
Ada yang menarik dari temuan studi Microsoft ini. Dalam laporan studi tersebut dikatakan bahwa remaja (usia 13-16) adalah pendorong positif dalam peningkatan kinerja DCI, dan mendapat skor 63 dalam ukuran keadaban digital global. Sementara skor untuk orang dewasa justru lebih buruk, yaitu 72.
Di Singapura, remaja mendapat skor 50 DCI dibandingkan dengan 68 untuk orang dewasa, sementara Taiwan juga melihat skor remaja lebih tinggi dari orang dewasa, 55 dibandingkan dengan 67. Tren ini menunjukkan tidak ada perubahan dalam skor DCI untuk remaja, tetapi terdapat penurunan 16 poin di antara orang dewasa di Indonesia, sementara di Malaysia skor 'orang dewasa' turun tiga kali lebih banyak daripada remaja.
Secara keseluruhan, 26% responden secara global mengatakan keadaban digital lebih baik selama pandemi. Hal ini dikaitkan dengan tren orang-orang yang saling membantu dan memiliki rasa kebersamaan yang lebih besar, sementara 22% mengatakan keadaban digital justru lebih buruk, di antaranya akibat dari penyebaran informasi palsu dan menyesatkan yang semakin marak.
Risiko penyebaran kebencian dan perpecahan terus meningkat, dengan responden global melaporkan peningkatan pengalaman hoaks, penipuan, dan scam (+ 3%), ujaran kebencian (+ 4%), dan diskriminasi (+ 5%). Jumlah responden yang melaporkan kejadian ujaran kebencian di India meningkat dua kali lipat sejak 2016 (menjadi 26% dari 13%), sedangkan di Thailand, jumlah responden yang melaporkan mengalami mikro agresi adalah 18% di atas rata-rata global.
“Sangat menggembirakan melihat generasi berikutnya unggul dalam mendorong interaksi positif secara online, dan menyaksikan warga digital bersatu untuk mengangkat komunitas online selama pandemi,” tambah Liz.
Meski demikan, menurut Liz, ancaman seperti informasi palsu dan menyesatkan, bersama dengan perilaku tidak beradab di dunia maya, terus merambah masyarakat, dan mengharuskan semua orang untuk bertindak positif.
Adapun harapan utama responden di seluruh dunia untuk di dekade berikutnya di seluruh dunia adalah untuk rasa hormat yang lebih baik (65%), keamanan (55%), kesopanan (33%), kebaikan (29%) dan kebebasan (28%).
Empat Prinsip Tantangan Digital Civility
Bekerja sama dengan pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya di kawasan APAC, Microsoft berbagi praktik terbaik tentang keamanan digital, membantu menginformasikan perdebatan kebijakan dan peraturan, dan mendukung lingkungan online yang saling menghormati dan sehat.
Untuk mendorong internet yang lebih baik dan lebih aman, Microsoft juga menggagas Digital Civility Challenge yang terdiri atas empat prinsip, yang dapat dilakukan oleh pengguna internet yaitu:
1.Menjalankan "golden rule" - Bertindak dengan empati, kasih sayang, dan kebaikan dalam setiap interaksi, dan memperlakukan semua orang di dunia maya dengan bermartabat dan hormat.
2.Menghormati perbedaan - Untuk menghargai perbedaan budaya dan menghormati sudut pandang yang berbeda, saling berinteraksi dengan berhati -hati, memikirkan perasaan orang lain dan menghindari “sebutan nama” serta saling serang.
3.Berpikir sebelum membalas - Untuk berhenti sejenak dan berpikir sebelum menanggapi dan tidak memposting atau mengirim apa pun yang dapat menyakiti orang lain, merusak reputasi seseorang, atau mengancam keselamatan.
4.Membela diri sendiri dan orang lain - Memberi tahu seseorang saat merasa tidak aman, menawarkan dukungan kepada mereka yang menjadi sasaran pelecehan atau kekejaman online, dan melaporkan aktivitas yang mengancam keselamatan.