Penulis: Joanne Weng, Senior Sales Manager, Synology HQ
Menjawab tantangan produktivitas saat menerapkan cara kerja jarak jauh, apa solusi pencadangan yang tepat bagi sektor UKM?
Kebutuhan transformasi digital meningkat pesat ketika banyak perusahaan mulai mencari solusi infrastruktur TI guna mempertahankan produktivitas dalam menghadapi kemungkinan peralihan kerja jarak jauh.
Perusahaan, terutama sektor usaha kecil dan menengah (UKM) yang mulai memasuki perubahan signifikan di tahun ini, menyadari bahwa tidak banyak solusi yang dirancang untuk UKM. Dengan keterbatasan anggaran serta sumber daya yang dimiliki, banyak sektor UKM mengalami kesulitan memilih antara layanan Software-as-a-Service (SaaS), yang memiliki biaya berulang tinggi serta fleksibilitas terbatas, atau server on-premises, yang membutuhkan tim TI khusus serta biaya lisensi tinggi.
Namun demikian, terdapat beberapa solusi yang memang dirancang khusus untuk penggunaan UKM yang memungkinkan tim berkolaborasi dari mana saja, menyimpan data perusahaan dengan aman, mengelola ijin akses user, dan mem-backup data secara profesional. Salah satu solusi yang banyak dimanfaatkan oleh sektor UKM adalah dengan menerapkan network-attached storage atau NAS.
Apakah SaaS Solusi Jangka Panjang?
Adopsi cloud meningkat pesat pada tahun 2020. Biaya investasi rendah serta membayar sesuai dengan pemakaian terdengar menarik bagi UKM.
Namun apa yang terjadi ketika bisnis Anda terus berkembang? Biaya berlangganan per akun dapat menjadi beban yang signifikan ketika karyawan semakin bertambah. Survei terbaru oleh Kentik, Densify, dan Flexera menemukan bahwa biaya manajemen serta pengeluaran berlebih merupakan masalah utama bagi perusahaan yang berinvestasi dalam layanan cloud.
Google Workspace sebagai layanan SaaS paling populer memiliki biaya per pengguna sekitar Rp 180.000 (US$12) per bulan (Paket Standar Bisnis) atau sekitar Rp 2.160.000 (US$144) per tahun. Untuk perusahaan dengan 30 karyawan, biaya berlangganan yang dikeluarkan selama tiga tahun adalah sekitar Rp 195 juta (US$13.000).
Jika perusahaan berkembang menjadi 100 karyawan, maka biaya yang dihabiskan dapat mencapai Rp 225 juta (US$15.000) per tahun. Hal ini jelas terlihat bahwa public cloud mungkin bukan solusi yang tepat untuk bisnis jika mencari solusi jangka panjang.
Limitasi Server File Tradisional
Untuk perusahaan yang menginginkan kepemilikan data sepenuhnya, ada pilihan membeli hardware, membayar lisensi Windows File Server, dan membeli Client Access License (CAL) secara terpisah untuk membangun sendiri server file konvensional.
Akan tetapi, server file tradisional memerlukan biaya langganan berulang untuk Windows File Server serta lisensi setiap klien yang akan terus meningkat seiring dengan berkembangnya bisnis Anda. Biaya hardware, lisensi software, dan CAL dapat mencapai Rp 150 juta (US$10.000) selama tiga tahun untuk perusahaan dengan 100 karyawan.
Sementara itu, kurangnya dukungan server file konvensional untuk akses lewat internet, kolaborasi file, dan aplikasi seluler merupakan alasan mengapa solusi ini tidak lebih baik dari solusi penyimpanan cloud. Dengan kerja jarak jauh yang sudah menjadi hal yang normal, limitasi ini dapat mengurangi produktivitas bisnis.
Kapan Adopsi NAS?
Selama 20 tahun terakhir, banyak vendor yang secara inovatif telah mengubah NAS dari solusi penyimpanan murni menjadi server dengan aplikasi multi-fitur bawaan. Spesialis vendor NAS, seperti Synology, telah menciptakan alternatif yang aman untuk SaaS dan server file tradisional, dengan fitur bawaan yang lengkap, layanan manajemen file berbasis web, serta rangkaian kolaborasi yang tidak hanya menghemat biaya tapi juga dapat menyederhanakan manajemen.
Dalam menghadapi ancaman keamanan siber yang kian meningkat, perangkat NAS juga dilengkapi dengan fitur perlindungan data cerdas untuk semua perangkat TI Anda, seperti software backup bawaan milik Synology yang dapat mencadangkan data dari PC dan server Anda, atau dari Microsoft 365 dan Google Workspace.
Untuk perusahaan dengan 200 karyawan, biaya server NAS modern dan hard drive yang harus dikeluarkan hanya mencapai Rp 45 juta (US$ 3.000) tanpa biaya langganan berulang atau biaya lisensi, dan telah termasuk fitur manajemen file gratis dan software untuk kolaborasi yang dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan bisnis untuk tiga hingga lima tahun berikutnya.
Bagi perusahaan yang membutuhkan lebih banyak kapasitas juga dapat dengan mudah meningkatkan skala dengan menambahkan hard drive terpisah atau unit ekspansi, tanpa mengkhawatirkan biaya TI atau lisensi yang tinggi. Memiliki NAS dapat menghemat hingga 2x biaya untuk server file tradisional dan 90% lebih murah daripada berlangganan cloud dengan fitur yang setara.
Aman Simpan Data
Dengan memilih solusi file server yang tepat, transformasi digital bukan lagi masalah untuk pengguna bisnis. Selain implementasi lebih mudah, solusi yang tepat juga dapat meningkatkan produktivitas serta mengurangi masalah, seperti tenaga kerja yang terus bertambah, total biaya kepemilikan yang tinggi, susah diskalakan, bekerja jarak jauh, dan kebutuhan akan keamanan data.
Sebagai solusi yang lengkap tapi tetap terjangkau untuk perusahaan, terutama UKM, NAS bisa menjadi pilihan tepat untuk melengkapi kekurangan pada server tradisional dan layanan cloud.