Find Us On Social Media :

BSSN Sebut Serangan Siber Terus Meningkat, Perusahaan Diimbau Gunakan SIEM yang Didukung Teknologi Canggih

By Fathia Yasmine, Jumat, 25 Juni 2021 | 16:29 WIB

Ilustrasi serangan siber

Jumlah serangan siber di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan temuan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terdapat 495 juta kasus serangan siber sepanjang 2020. Jumlah tersebut naik dua kali lipat dibandingkan pada 2019.

Menurut Juru Bicara BSSN Anton Setiawan, serangan yang terjadi sepanjang 2020 tersebut tidak hanya menyasar jaringan perangkat pribadi, tetapi juga instansi keuangan dan cloud storage perusahaan. 

Fakta tersebut ia sampaikan dalam webinar InfoKomputer Tech Gathering: Memanfaatkan Artificial Intelligence untuk Mendeteksi Ancaman Cyber Security yang berlangsung melalui platform Zoom, Selasa (22/6/2021).

“Banyak sekali anomali yang beredar di jaringan kita. Rata-rata serangannya berupa phishingZeroAccesstrojan, hingga crypto hacking. Ada beberapa kategori anomali lain yang diadukan, umumnya anomali tersebut dilaporkan oleh perusahaan,” kata Anton. 

Baca Juga: Bukalapak Rilis BMoney, Aplikasi Investasi Mulai dari Rp1.000

Anton menyebut, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh peretas untuk menyusup ke dalam jaringan perusahaan. Salah satunya, melalui terminal atau port yang menghubungkan perangkat ke cloud atau jaringan internal.

“Biasanya port yang digunakan adalah file sharing, direct admin, monitoring anti piracy, hingga port website,” lanjutnya.

Ketika perangkat terhubung dengan internet atau berkomunikasi dengan sesama perangkat melalui bantuan web, papar Anton, celah serangan siber akan selalu ada.

Ia mengibaratkan jaringan sebagai sebuah rumah. Port, kata Anton, merupakan pintu masuk bagi tamu atau pemilik rumah. Untuk itu, diperlukan proteksi ketat pada port tersebut agar tidak ada penyusup yang masuk ke dalam “rumah”.

Baca Juga: Ericsson: Pengguna HP di Indonesia Tertarik Pindah ke Jaringan 5G

“Layaknya rumah, kita harus jaga pintu atau port supaya tidak ada yang masuk. Apalagi ada banyak jenis malware yang kuat dan mendominasi,” lanjutnya.

Anton mengatakan, ketika perusahaan terkena serangan siber, umumnya para peretas akan meminta sejumlah biaya untuk mengembalikan data yang hilang. Hal inilah yang terkadang kurang diperhatikan oleh perusahaan.